1001indonesia.net – Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah memiliki sastra lisan yang disebut karungut. Kesenian pantun yang dilagukan itu sering dipertunjukkan pada acara penyambutan tamu kehormatan, sebagai salah satu ekspresi kegembiraan dan kebahagiaan.
Karungut yang berasal dari kata karunya dalam bahasa Sangiang dan bahasa Sangen/Ngaju kuno artinya tembang. Kesenian ini dikenal di sepanjang jalur sungai Kahayan, Kapuas, Katingan, Rungan Manuhing, dan sebagian jalur sungai Barito.
Karungut termasuk dalam seni bertutur, yaitu melagukan pantun atau syair dalam bahasa Dayak dengan iringan musik. Di Kalimantan Selatan, terdapat kesenian serupa yang disebut Madihin.
Kesenian ini sangat komunikatif. Pesan-pesan yang disampaikan berbentuk pantun dalam bahasa daerah Dayak. Gaya bahasanya pun mudah dimengerti penontonnya. Pesan-pesan itu mengandung nilai-nilai moral, adat, perjuangan, bahkan dorongan agar masyarakat Dayak semangat untuk membangun daerahnya.
Dahulu, syair-syair tersebut dinyanyikan para ibu saat menidurkan anaknya. Sekarang ini, karungut hadir di berbagai acara, seperti pesta perkawinan dan hajatan khitanan. Kesenian ini juga tampil pada acara penyambutan tamu penting dan bahkan pada kampanye pilkada.
Dalam penampilannya, pelantunan syair-syair dilakukan oleh pengarungut dengan iringan musik yang biasanya dibawakan 3-4 orang. Pengarungut sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu pencipta/penyair dan pelantun.
Pencipta /penyair adalah mereka yang mampu menciptakan serta memiliki kemampuan untuk membawakan karungut. Sedangkan pelantun hanya bisa untuk membawakan karungut, tetapi belum tentu bisa untuk menciptakan syair-syair Karungut.
Adapun alat musik pengiring yang digunakan, antara lain kecapi khas Dayak, katambung/gendang, gong, dan suling. Saat ini sering juga diiringi band atau organ.
Baca juga: Pantun Sunda, Sastra Lisan Masyarakat Jawa Barat