Huda-huda, Tarian untuk Menghibur Keluarga yang Berduka

1450
Tari Huda-huda
Tari Huda-huda digelar saat upacara kematian. Tarian ini digunakan untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan maupun untuk orang-orang yang melayat. (Foto: pariwisataindonesia.id)

1001indonesia.net – Tari Huda-huda atau Toping-toping merupakan tarian yang digelar saat upacara kematian orangtua yang sudah saur matua dalam prosesi adat Simalungun.

Dalam adat Simalungun, kriteria untuk disebut saur matua adalah orangtua yang meninggal sudah lanjut usia, anak-anaknya sudah menikah semua, dan telah mempunyai cucu dari anak yang sudah menikah tersebut.

Tari Huda-huda digunakan untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan maupun untuk orang-orang yang melayat. Pada mulanya, tarian ini hanya digelar bila ada keluarga kerajaan meninggal dunia, baik masih anak-anak, usia dewasa, maupun orang tua.

Pada masa kejayaan Kerajaan Simalungun, tari ini dibatasi hanya digunakan pada upacara saur matua keluarga kerajaan. Setelah Indonesia merdeka dan tak lagi ada perbedaan antara kaum bangsawan dan rakyat jelata, tarian dapat digelar oleh siapa saja di wilayah Simalungun.

Baca juga: Saur Matua, Tradisi Pemakaman Batak Toba di Sumatera Utara

Asal-usul

Alkisah, satu-satunya anak raja meninggal dunia. Permaisuri pun merasa sedih. Ia tidak merelakan anaknya dimakamkan. Setelah beberapa hari, permaisuri tetap tidak mau melepaskan anaknya dari pangkuannya.

Mendengar pengumuman raja, sekelompok orang berbincang mencari cara untuk membujuk sang permaisuri sekaligus menghibur hati yang duka.

Mereka kemudian menciptakan gerakan-gerakan yang lucu. Untuk menambah kelucuan, ada yang menutup mukanya dengan paruh burung enggang. Yang lainnya membuat topeng, satu berbentuk wajah laki-laki dan satunya lagi berbentuk wajah perempuan. Teman-teman yang lain membuat bunyi-bunyian untuk mengiringinya.

Mereka kemudian mementaskan tarian lucu itu di depan istana.

Melihat dan mendengar kejadian yang ada di halaman istana, permaisuri merasa tertarik. Ia pun turun ke bawah melihat pertunjukan itu dari dekat.

Melihat tarian itu, perhatian sang permaisuri teralihkan. Ia terlena dan lupa terhadap anaknya yang meninggal dunia. Pada kesempatan inilah sang raja memerintahkan supaya putranya yang meninggal dunia dimakamkan dengan segera.

Sejak itu, jika ada anggota kerajaan yang meninggal dunia, maka dibuatlah suatu pertunjukan yang lucu untuk menghibur keluarga yang berduka.

Perkembangan saat ini

Saat ini, Tortor Toping-toping/Huda-huda dipertontonkan saat prosesi adat kematian saur matua orang Simalungun, untuk menyambut tondong yang datang melayat. Tondong adalah sebutan untuk keluarga yang berkabung.

Dalam penyambutan itu semua keluarga besar yang berduka menari untuk menyambut tondong. Yang paling depan menari untuk menyambut tondong adalah toping-toping/huda-huda. Tujuannya agar tondong yang datang merasa terhibur.

Properti yang digunakan adalah topeng dalahi (berbentuk wajah pria), topeng daboru (berbentuk wajah perempuan) dan huda-huda (topeng berbentuk parung burung enggang).

Baca juga: Mangokkal Holi, Upacara Penghormatan terhadap Leluhur Suku Batak

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

17 − 7 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.