1001indonesia.net – Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk individual dan makhluk sosial sekaligus yang perlu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Dari interaksinya dengan orang lain, manusia hidup dalam kelompok-kelompok sosial dan merasakan hadirnya berbagai manfaat dari relasi dan kerja samanya dengan sesama. Kerja sama antarmanusia ini disebut dengan gotong royong.
Istilah ini berasal dari bahasa Jawa. Kata “gotong” dapat dipadankan dengan kata “pikul” atau “angkat.” Kata “royong” dapat dipadankan dengan “bersama-sama.” Jadi, secara sederhana berarti mengangkat sesuatu secara bersama-sama atau juga diartikan sebagai mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Misalnya, menyapu jalan, membersihkan lingkungan, atau mendorong mobil mogok bersama-sama, dan sebagainya.
Secara luas, gotong royong dapat dimaknai sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai tambah atau positif kepada setiap objek, permasalahan atau kebutuhan orang banyak di sekelilingnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, keterampilan, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif.
Secara konseptual, praktik khas Nusantara ini dapat diartikan sebagai suatu model kerja sama yang disepakati bersama. Koentjaraningrat membaginya menjadi dua jenis sebagaimana dia amati dalam masyarakat di Indonesia, yaitu gotong royong tolong-menolong dan gotong royong kerja bakti.
Jenis tolong-menolong terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau kematian.
Sedangkan jenis kegiatan kerja bakti biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum, yang dibedakan antara gotong royong atas inisiatif warga dengan gotong royong yang dipaksakan. Misalnya, membangun jalan dan mendirikan balai rakyat untuk wadah pertemuan warga (Koentjaraningrat 1987).
Konsep gotong royong juga dapat dimaknai dalam konteks pemberdayaan masyarakat karena bisa menjadi modal sosial untuk membentuk kekuatan kelembagaan di tingkat komunitas, masyarakat negara serta masyarakat lintas bangsa dan negara Indonesia
dalam mewujudkan kesejahteraan. Hal tersebut juga dikarenakan di dalamnya terkandung makna tindakan bersama, mengelola secara sendiri, tujuan bersama, dan kedaulatan.
Dalam perspektif sosiokultural, nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa pamrih untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu. Misalnya, petani secara bersama-sama membersihkan saluran irigasi yang menuju ke sawahnya, masyarakat bergotong royong membangun rumah warga yang terkena angin puting beliung, dan sebagainya.
Bahkan dalam sejarah perkembangan masyarakat, kegiatan bercocok tanam seperti, mengolah tanah hingga memetik hasil (panen), dilakukan secara gotong royong bergiliran pada masing-masing pemilik sawah.
Budaya gotong royong merupakan cerminan perilaku yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Bilamana dilakukan kajian di seluruh wilayah Indonesia, akan ditemukan praktik kerja sama tersebut dengan berbagai macam istilah dan bentuknya, baik sebagai nilai maupun sebagai perilaku.
Bagi bangsa Indonesia, gotong royong tidak hanya bermakna sebagai perilaku, sebagaimana pengertian yang dikemukakan sebelumnya, namun juga berperan sebagai nilai-nilai moral. Artinya, gotong royong selalu menjadi acuan perilaku, pandangan hidup
bangsa Indonesia dalam berbagai macam wujudnya.
*) Tulisan ini merupakan bagian dari buku Indonesia, Zamrud Toleransi. Dimuatnya kembali tulisan ini dalam situs 1001 Indonesia sebagai upaya untuk menyebarkan ide-ide yang terdapat dalam buku tersebut pada khalayak yang lebih luas.