1001indonesia.net – Gereja Sion Jakarta yang terletak di Jalan Pangeran Jayakarta No. 1 merupakan salah satu gereja tertua di Jakarta. Dulu, gereja itu disebut Gereja Portugis. Orang Belanda menyebutnya Portugeesche Buitenkerk atau “Gereja Portugis di luar tembok Kota.” Sebab, sampai abad ke-19 masih ada “Gereja Portugis di dalam Kota.”
Tentu menjadi pertanyaan bagaimana di Jakarta terdapat sebuah Gereja Portugis. Portugis tidak pernah menguasai Kota Jakarta. Tentu VOC juga tidak mengizinkan mereka untuk membangun gereja Katolik di Kota Batavia.
Gereja Portugis memang bukan dibangun oleh orang-orang Portugis meski mereka pernah menjejakkan kakinya di Sunda Kalapa pada awal abad ke-16. Orang Portugis bahkan pernah membuat perjanjian kerja sama dengan kerajaan Sunda pada 1522 sehingga mereka diizinkan untuk membangun sebuah benteng dan gudang di tepi sungai Ciliwung.
Namun, orang Portugis tidak pernah membangun gereja di Jakarta atau mungkin belum sempat karena keburu terusir karena Kalapa diserang dan dikuasai oleh pasukan gabungan Cirebon-Demak yang dipimpin oleh Fatahillah (1926/27). Sebagai orang Gujarat, Fatahillah membenci orang Portugis. Sebab itu, kemudian ia mencegah pelaut Portugis mendarat ke Pelabuhan Sunda Kalapa.
Gereja Portugis baru selesai dibangun pada 1695 untuk menggantikan sebuah pondok yang sederhana dan tidak memadai lagi bagi umat “Portugis hitam”, sebutan untuk peranakan Portugis di Asia.
Sebelum kapal layar Belanda muncul di Nusantara (1596) dan mendirikan Batavia (1619), pelaut Portugis telah membangun suatu jaringan bandar niaga untuk menguasai rantai perdagangan rempah-rempah antara Kepulauan Maluku dan Eropa. Pelaut dan pedagang Portugis menurunkan orang peranakan dengan wanita pribumi dari berbagai suku bangsa di Asia.
Orang Portugis dan peranakannya beragama Katolik. Pihak VOC melarang mereka untuk mengamalkan agama mereka dalam wilayah kekuasaannya selama abad ke-17 dan 18. Lama-kelamaan, banyak di antara mereka menjadi Protestan dan menggunakan gereja yang terletak di Jalan Kopi dekat Jembatan atas Kali Besar (1675). Gereja itu disebut “Gereja Portugis dalam Kota” (Binnenkerk). Sayang, pada 1808, gereja itu terbakar akibat kelalaian tukang las.
Pendirian Gereja Portugis berawal dengan dibangunnya sebuah pondok sebagai tempat ibadah darurat pada 1676. Sebuah lonceng yang dibuat tahun 1675 di Batavia dipasang untuk memanggil orang agar menghadiri katekismus. Lonceng tersebut sampai saat ini di menara di depan gereja.
Karena kian hari kian banyak orang yang datang untuk mengikuti pelajaran dan kebaktian pada Jumat malam, maka gereja dari batu kemudian dibangun untuk menampung mereka.
Konon, gereja dibangun di atas 10.000 tiang kayu menurut rancangan Ewout Verhagen dari Rotterdam. Peletakan batu pertama terjadi pada 19 Oktober 1693.
Gereja Portugis termasuk gereja bangsal (hall church), berbentuk satu ruang panjang dengan tiga bagian langit-langit kayu yang sama tingginya dan melengkung seperti setengah tong. Gereja membentuk persegi panjang dengan atap tinggi dan overstek panjang.
Gereja yang kini lebih dikenal sebagai Gereja Sion Jakarta itu memiliki hiasan luar berupa dua tiang gaya neoklasik di pintu-pintu masuk yang menopang sebuah segitiga (fronton) yang menonjol sedikit. Karena segitiga itu, jendela diperpendek di bagian bawah. Langit-langit serta atap disangga enam tiang.
Keenam tiang tersebut mula-mula terbuat dari kayu. Akan tetapi, pada 1725, tiang tersebut dipertebal dengan batu bata dan diplester putih. Gereja Sion dipugar pada 1920 dan 1978.
Bangunan Kuno
Gereja Portugis adalah gedung tertua di Jakarta yang masih difungsikan sebagaimana dimaksudkan saat didirikan pada 1695. Rumah ini juga masih memiliki perabot dari masa itu. Dengan demikian, dilihat dari segi sejarah dan arsitekturnya, gereja itu sangat bernilai.
Bagian dalam Gereja Portugis sangat menarik. Mimbar kuno bergaya barok yang indah adalah karya H. Bruijn. Sementara kanopi ditambahkan pada 1838.
Juga terdapat bangku kuno yang berasal dari akhir abad ke-17. Ketiga deret bangku gubernur-jenderal tersebut masing-masing ukirannya berbeda, tetapi sebenarnya merupakan satu kesatuan (meski kini dipisahkan).
Bangku tertinggi terbuat pada tahun 1660, sedangkan yang terendah 1664. Set bangku ini berasal dari gereja lain, tetapi kurang pasti tepatnya darimana.
Pada Gereja Sion Jakarta ini juga terdapat sebuah organ tua berukir yang berasal dari abad ke-18. Organ tersebut merupakan hadiah dari puteri Pendeta Johann Maurits Mohr pada 1782. Saat ini, organ tersebut sudah tidak digunakan lagi. Organ kuno itu digunakan terakhir kali pada 8 Oktober 2000.
Sampai kini, gereja berusia ratusan tahun itu masih berdiri kokoh dan berfungsi sebagaimana mestinya. Dahulu Gereja Portugis banyak memiliki alat peribadatan yang terbuat dari perak. Gereja tersebut memang pernah menjadi favorit kaum elite. Sayang tak satu pun peralatan tersebut yang tersisa.
*) Sumber: A. Heuken, SJ, Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2016.