Gerakan Seni Tradisional (GESIT), Melestarikan Warisan Leluhur

Rahmat Hidayatullah

1135
Gerakan Seni Tradisional (Gesit)
Gerakan Seni Tradisional (Gesit) menggelar Pentas dan Talkshow Musik Kasidah di Taman Budaya Banten (05/01/2018). (Foto: sulaimandjaya.blogspot.com)

1001indonesia.net – Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahkan bangsa Indonesia dengan kekayaan dan keragaman suku bangsa, adat istiadat, bahasa, pengetahuan, teknologi lokal, tradisi, kearifan lokal, dan seni. Keragaman tersebut merupakan warisan budaya bangsa bernilai luhur yang membentuk identitas bangsa di tengah dinamika perkembangan dunia.

Kebudayaan Nasional Indonesia adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar-Kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Perkembangan tersebut bersifat dinamis, ditandai oleh adanya interaksi antar-kebudayaan, baik di dalam negeri maupun dengan budaya lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia.

Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, dan peluang dalam melestarikan dan memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia.

Untuk itu, diperlukan langkah strategis berupa upaya pemajuan kebudayaan melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan guna mewujudkan masyarakat Indonesia sesuai dengan prinsip “Trisakti” yang disampaikan oleh Ir. Soekarno sebagai pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam pidato tanggal 17 Agustus 1964, yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Berdasarkan landasan filosofis dan sosiologis tersebut, Dewan Kesenian Banten (DKB) menyelenggarakan program Gerakan Seni Tradisional (GESIT) sepanjang tahun 2017–2018. Menurut Ketua DKB, Chavchay Syaifullah, program GESIT dimaksudkan untuk melestarikan dan mengembangkan seni tradisional yang tumbuh di Banten serta mempromosikannya kepada publik luas.

Banten adalah salah satu provinsi yang memiliki khazanah kebudayaan lokal yang sangat kaya. Banten pernah mengalami dinamika perubahan sosial, budaya, politik dan keagamaan dalam beragam fase zaman dan kekuasaan yang cukup lama sejak zaman pra-sejarah, masa Kerajaan Hindu Pajajaran, masa Kesultanan Banten, masa Kekuasaan Belanda, Masa Kemerdekaan, dan masa Banten menjadi Provinsi.

Dengan latar historis tersebut, Banten tentu memiliki bentuk-bentuk dan praktik-praktik kebudayaan lokal yang khas, unik dan beragam. Seraya mengutip Claude Guillot, Chavchay menyatakan: “Banten bukan Jawa, bukan Sunda, tidak pula Melayu. Banten adalah titik pertemuan antar bangsa, antar suku. Suatu hasil silang budaya dan perpaduan peradaban Hindu-Buddha, Islam, China, dan Barat.”

Chavchay lebih lanjut menyatakan bahwa khazanah budaya lokal Banten tersebut perlu dipelihara, dilestarikan, dan dikembangkan agar masyarakat Banten tidak kehilangan identitas budaya yang semakin lama semakin tergerus oleh arus budaya global dan budaya populer yang semakin hegemonik.

Jika dominasi budaya global dan budaya populer ini dibiarkan tanpa diimbangi dengan upaya-upaya pengenalan, pengajaran, pewarisan, dan pengembangan budaya lokal Banten, maka sangat mungkin generasi muda Banten masa depan akan kehilangan identitas ke-Banten-annya, melupakan karakteristik budayanya sendiri, dan hanyut dalam populisme budaya modern yang dalam beberapa hal tidak selaras dengan norma, nilai dan pandangan hidup masyarakat Banten.

Oleh karena itu, DKB sengaja mendesain program GESIT secara sistematis dengan harapan seniman dan masyarakat Banten memiliki pengalaman otentik dalam membangun konsepsi, kreasi dan apresiasi seni dan budaya Banten secara berkelanjutan.

Program GESIT mencakup sejumlah kegiatan, seperti pagelaran, pementasan, workshop, talkshow, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelestarian dan pengembangan seni tradisional Banten. Program ini melibatkan sejumlah seniman, budayawan, sanggar, komunitas dan organisasi kesenian di wilayah Banten yang selama ini dikenal memiliki dedikasi dan komitmen kuat untuk melestarikan seni tradisional Banten.

Rangkaian kegiatan GESIT dilaksanakan setiap akhir pekan (Jumat, Sabtu, dan Minggu) sepanjang tahun 2017-2018. Diselenggarakan di 8 (delapan) Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten, yang mencakup Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.

Kegiatan tersebut digelar di alun-alun kota, sekolah, kampus, pondok pesantren, mal, dan pusat perbelanjaan. Ruang-ruang publik semacam itu sengaja dipilih dalam rangka memperkenalkan dan mempromosikan keragaman seni-budaya Banten kepada masyarakat luas.

Selama ini, banyak masyarakat Banten yang tidak mengenal keragaman seni tradisional Banten. Padahal, Banten memiliki bentuk-bentuk ekspresi kesenian yang sangat beragam, seperti Bendrong Lesung, Kuda Lumping, Marhaba Rakbi, Rampak Bedug, Qasidah, Beluk, Debus, Dogdog Lojor, Gambang Kromong, Patingtung, Rudat, Tayuban, Terebang Gede, Yalail, Zikir Saman, Dodot, Banjet, Ubrug, Cokek, Wayang Garing, dan Angklung Buhun.

Dalam praktik di lapangan, program GESIT ternyata tidak sekadar menjelma menjadi ritual simbolik, tetapi juga mampu bertransformasi menjadi gerakan sosial-budaya di kalangan seniman tradisional dan masyarakat Banten.

Lebih dari itu, mereka memberikan tanggapan positif terhadap program ini dan berharap DKB menyelenggarakan program serupa pada tahun-tahun mendatang.

Menurut mereka, program semacam ini sangat penting untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkuat keragaman budaya bangsa, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan citra bangsa, melestarikan warisan budaya bangsa, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia sehingga kebudayaan menjadi haluan pembangunan nasional.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 − 2 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.