1001indonesia.net – Tak semata makanan, dayok binatur kental dengan nilai adat dan tradisi. Makanan khas masyarakat Simalungun ini merupakan simbol rasa syukur dan terima kasih, juga sebagai doa agar orang atau keluarga yang menerima pemberian dapat hidup secara teratur, mandiri, dan sukses.
Dayok binatur terbuat dari daging ayam kampung jantan. Di zaman Kerajaan Simalungun dulu, makanan ini hanya disajikan untuk raja dan keluarga bangsawan. Yang memasak pun harus laki-laki. Seiring waktu, makanan ini bisa dinikmati orang dari kalangan mana pun. Perempuan juga sudah bisa meraciknya.
Dayok binatur secara harfiah berarti ayam yang teratur. Bagi masyarakat Simalungun, ayam merupakan hewan yang disiplin terhadap waktu dan hidup mandiri. Ayam jantan berkokok setiap menjelang pagi dan mencari makan sendiri.
Sesuai dengan sifat tersebut, makanan berbahan dasar ayam kampung ini menjadi simbol keteraturan, berisikan harapan agar orang atau keluarga yang menerimanya memiliki hidup yang teratur.
Ayam juga menjadi simbol orangtua yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Seperti ayam jantan yang melindungi keluarganya, serta ayam betina yang sukarela mengerami telur-telurnya dan mengupayakan agar anak-anaknya tidak kelaparan.
Sebagai makanan adat, proes pemasakan dan penyajiannya mengikuti aturan tertentu. Semua bagian dari tubuh ayam dimasak, tidak ada yang ketinggalan. Hal ini menggambarkan folosofi kehidupan masyarakat Simalungun, yaitu tolu sahundulan lima saodaran, yang berarti perjalanan kehidupan dijalani bersama-sama, tetapi tetap memiliki tugasnya masing-masing.
Ayam yang telah dimasak dan dibumbui akan disusun kembali di atas wadah mengikuti bentuk ayam utuh. Penataan tersebut mengandung makna agar dalam hidup tidak perlu terlalu mencampuri kehidupan orang lain, memiliki tanggung jawab, mengerjakan tugas dan pekerjaan dengan bersungguh-sungguh, dan mengembangkan rasa persaudaraan serta menghindari permusuhan.
Dayok binatur digunakan sebagai makanan adat, menjadi sarana ungkapan rasa syukur serta penyampaian doa dan harapan. Biasanya makanan tradisional ini digunakan dalam acara adat Simalungun, seperti pesta pernikahan, memasuki rumah baru, upacara kematian saur matua, dan lainnya.
Makanan ini juga sering dipakai dalam acara non-adat, seperti pemberangkatan anak yang akan mengikuti ujian sekolah ataupun seleksi untuk mendapatkan pekerjaan, pemberangkatan anak yang akan merantau ke tempat yang jauh, dan lainnya. Harapannya agar mereka dapat hidup teratur, mandiri, dan bisa sukses dalam pekerjaan mereka.
Cara memberikannya pun ada aturannya tersendiri. Ketika seseorang memberikan dayok binatur, arah kepala akan menuju pada si penerima. Hal itu menunjukkan kesantunan dan kesopanan.
Pada 2016, pemerintah melalui Kemdikbud menetapkan dayok binatur sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB) Indonesia dari Provinsi Sumatra Utara
Baca juga: Sirih dalam Budaya Jawa: Sebagai Makanan, Obat, dan Uborampe Upacara Adat