Candi Kidal, Bangunan Suci Peninggalan Kerajaan Singasari di Malang

1920
Candi Kidal
Pembuatan relief mitos Garudheya pada Candi Kidal menjadi tanda bakti Raja Anusapati terhadap Ken Dedes ibunya. (Foto: FaktualNews.co)

1001indonesia.net – Terletak di ketinggian 52 meter di atas permukaan laut, Candi Kidal dibangun pada 1248 M, bersamaan dengan upacara sraddha untuk mendiang Raja Anusapati, raja kedua Kerajaan Singasari. Candi ini dibangun sebagai tempat pendharmaan untuk Raja Anusapati.

Candi Kidal berada di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, tepatnya sekitar 20 km ke arah timur dari kota Malang. Candi Kidal dibangun pada masa transisi dari zaman keemasan pemerintahan kerajaan-kerajaan Jawa Tengah ke kerajaan-kerajaan Jawa Timur. Itu sebabnya, pada Candi Kidal dapat ditemui perpaduan corak antara candi Jawa Tengah dan candi Jawa Timur.

Secara keseluruhan, Candi Kidal terdiri atas batur, kaki, badan, dan atap. Bangunan candi seluruhnya terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Di sekeliling halaman candi terdapat susunan batu yang berfungsi sebagai pagar. Tubuh candi berdiri di atas batur (kaki candi) setinggi sekitar 2 m. Untuk mencapai selasar di lantai kaki candi dibuat tangga batu tepat di depan pintu.

Anak tangga candi ini dibuat tipis-tipis sehingga dari kejauhan tampak seperti bukan tangga masuk yang sesungguhnya. Tangga batu ini tidak dilengkapi pipi tangga berbentuk ukel (gelung), sebagaimana yang banyak dijumpai di candi lainnya. Namun, di kiri-kanan anak tangga pertama terdapat badug atau tembok rendah berbentuk siku yang menutup sisi samping dan sebagian sisi depan kaki tangga. Badug semacam ini tidak terdapat di candi lain.

Pintu candi menghadap ke barat, dilengkapi dengan bilik penampil dengan hiasan kalamakara (kepala Kala) di atas ambangnya. Hiasan kepala kala yang nampak menyeramkan dengan matanya melotot penuh, mulut terbuka serta 2 taring besar dan bengkok, memberi kesan dominan. Adanya 2 taring tersebut juga merupakan ciri khas candi Jawa Timur.

Di sudut kiri dan kanan bawah kepala kala terdapat jari tangan dengan mudra (sikap) mengancam, sehingga sempurnalah kesan seram yang patut dimiliki oleh makhluk penjaga bangunan suci candi. Di kiri dan kanan pintu terdapat relung kecil tempat meletakkan arca yang dilengkapi dengan bentuk ‘atap’ di atasnya. Di atas ambang relung-relung ini juga terdapat hiasan kalamakara.

Candi Kidal
Hiasan kepala Kala di ambang pintu Candi Kidal. (Foto: wisatabagpacker.blogspot.com)

Atap Candi Kidal berbentuk kotak bersusun tiga, makin ke atas makin mengecil. Puncaknya tidak runcing, melainkan persegi dengan permukaan yang cukup luas. Puncak atap tidak dihiasi dengan ratna atau stupa, melainkan hanya datar saja. Sekeliling tepi masing-masing lapisan dihiasi dengan ukiran bunga dan sulur-suluran. Konon dulu di setiap sudut lapisan atap candi dipasang sebuah berlian kecil.

Sekeliling kaki candi dihiasi dengan pahatan bermotif medalion yang berjajar diselingi bingkai bermotif bunga dan sulur-suluran. Di kiri dan kanan pangkal tangga serta di setiap sudut yang menonjol ke luar terdapat patung binatang yang terlihat mirip singa dalam posisi duduk seperti manusia dengan satu tangan terangkat ke atas. Patung-patung ini terlihat seperti sedang menyangga pelipit atas kaki candi yang menonjol keluar dari selasar.

Tubuh candi dapat dikatakan ramping sehingga selasar di kaki candi cukup lebar. Dalam tubuh candi terdapat ruangan yang tidak terlalu luas. Saat ini ruangan tersebut dalam keadaan kosong.

Dinding candi juga dihiasi dengan pahatan bermotif medalion. Pada dinding di sisi samping dan belakang terdapat relung tempat meletakkan arca. Relung-relung tersebut juga dilengkapi dengan bentuk ‘atap’ dan hiasan kalamakara di atas ambangnya.

Tidak satu pun arca yang masih bisa didapati di Candi Kidal. Konon arca Syiwa yang indah, yang saat ini tersimpan di museum Leiden, dahulu berasal dari Candi Kidal.

Dalam kesusastraan Jawa kuno, terdapat kisah Garudheya, seekor garuda yang berhasil membebaskan ibunya dari perbudakan dengan tebusan air suci amerta (air kehidupan). Konon relief mitos Garudheya dibuat untuk memenuhi amanat Anusapati yang ingin meruwat Ken Dedes, ibunda yang sangat dicintainya.

Mitos Garudheya tertuang secara lengkap dalam relief di seputar kaki candi. Untuk membacanya digunakan teknik prasawiya (berlawanan dengan arah jarum jam), dimulai dari sisi selatan.

Relief pertama menggambarkan seekor garuda menggendong 3 ekor ular besar. Relief kedua melukiskan seekor garuda dengan kendi di atas kepalanya. Adapun relief ketiga menggambarkan garuda menggendong seorang wanita. Di antara ketiga relief tersebut, relief kedua adalah yang paling indah dan utuh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

nineteen − 8 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.