Candi Badut, Bangunan Kuno Peninggalan Kerajaan Kanjuruhan

1846
Candi Badut
Candi Badut dilihat dari sisi depan. (Foto: cagarbudaya.kemdikbud.go.id)

1001indonesia.net – Candi Badut atau Candi Badhut yang juga disebut Candi Liswa terletak sekitar 5 km dari kota Malang, tepatnya di Jalan Raya Candi 5D Dukuh Badut, Desa Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Peninggalan Kerajaan Kanjuruhan ini diperkirakan sudah berusia 1400 tahun.

Candi Badut ditemukan pada 1921 oleh Maureen Brecher, seorang kontrolir dari Kantor Pamong Praja di Malang. Pemugaran kemudian dilakukan pada tahun 1923–1926 oleh Dinas Purbakala di bawah pimpinan Dr. F.D.K Bosch dan B. de Haan.

Diduga bangunan kuno ini merupakan candi tertua di Jawa Timur, dibangun jauh sebelum masa pemerintahan Airlangga, yaitu masa dimulainya pembangunan candi-candi lain di Jawa Timur.

Sebagian ahli purbakala berpendapat bahwa Candi Badut dibangun atas perintah Raja Gajayana dari Kerajaan Kanjuruhan. Dalam Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 682 Caka (760 M), yang ditemukan di Desa Merjosari, Malang, dijelaskan bahwa pusat Kerajaan Kanjuruhan ada di daerah Dinoyo. Saat ini, prasasti tersebut tersimpan di Museum Nasional Jakarta.

Prasasti tersebut juga mengisahkan tentang masa pemerintahan Raja Dewasimba dan putranya, Sang Liswa, yang merupakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan. Kedua raja tersebut sangat adil dan bijaksana serta dicintai rakyatnya.

Prasasti Dinoyo
Prasasti Dinoyo (Foto: Historia.id)

Konon Sang Liswa yang bergelar Raja Gajayana yang sangat senang melucu (mbadhut dalam bahasa Jawa) sehingga candi yang dibangun atas perintahnya dinamakan Candi Badut. Walaupun terdapat dugaan semacam itu, sampai saat ini belum ditemukan bukti kuat keterkaitan Candi Badut dengan Raja Gajayana.

Sementara masyarakat setempat memiliki cerita lain mengenai asal-usul nama Candi Badut. Dari cerita turun-temurun, dikisahkan bahwa istilah Badut diambil dari nama sejenis pohon yang dahulu banyak tumbuh di daerah ini. Salah satu pohon tersebut tumbuh di area reruntuhan candi. Demikianlah nama Badut menjadi nama dusun serta candi yang berada di lokasi tersebut.

Selain usianya yang diduga jauh lebih tua, terdapat ciri khas lain yang membedakan Candi Badhut dari candi lain di Jawa Timur, yaitu pahatan kalamakara yang menghiasi ambang pintunya. Pada umumnya relief kepala raksasa yang terdapat di candi-candi Jawa Timur dibuat lengkap dengan rahang bawah, namun kalamakara yang terdapat di Candi Badhut dibuat tanpa rahang bawah, mirip dengan yang didapati pada candi-candi di Jawa tengah.

Tubuh candi Badut yang tambun juga lebih mirip dengan candi di Jawa Tengah. Candi ini juga memiliki kemiripan dengan Candi Dieng (di Jawa Tengah) dalam hal bentuk serta reliefnya yang simetris. Candi Badut diyakini sebagai candi Syiwa, walaupun sampai saat ini belum ditemukan arca Agastya di dalamnya.

Candi Badut dahulu merupakan kompleks percandian yang mempunyai pagar keliling. Berdiri di atas lahan seluas 52,4 x 52,4 meter persegi, letak candi induk tidak di berada di tengah, tetapi agak ke belakang.

Denah bangunan candi berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 11 x 11 m. Tinggi asli bangunan candi tidak diketahui karena atapnya sudah hilang. Hanya pelipit di sepanjang tepi atas dinding yang masih tersisa.

Bangunan yang terbuat dari batu andesit ini berdiri di atas batur setinggi sekitar 2 m. Batur ini sangat sederhana, tanpa hiasan relief, membentuk selasar selebar sekitar 1 m di sekeliling tubuh candi. Di sisi kanan bagian depan batur terdapat pahatan tulisan Jawa (hanacaraka) yang tidak jelas waktu pembuatannya.

Tangga menuju selasar di kaki candi terletak di sisi barat, tepat di hadapan pintu masuk ke ruang utama di tubuh candi. Pada bagian luar dinding pengapit tangga terdapat ukiran yang sudah tidak utuh lagi, namun masih terlihat adanya pola sulur-sulur yang mengelilingi sosok orang yang sedang meniup seruling.

Lingga dan Yoni di Candi Badut
Lingga dan Yoni di Candi Badut. (Foto: sejarahbudayanusantara.weebly.com)

Jalan masuk ke garba grha (ruang dalam tubuh candi) dilengkapi dengan bilik penampil sepanjang sekitar 1,5 m. Pintu masuk cukup lebar dengan hiasan kalamakara di atas ambang pintu.

Dalam tubuh candi terdapat ruangan seluas sekitar 5,53 x 3,67 meter persegi. Di tengah ruangan tersebut terdapat lingga dan yoni, simbol Syiwa dan Parwati. Pada dinding di sekeliling ruangan terdapat relung-relung kecil yang tampaknya semula berisi arca.

Dinding candi dihiasi dengan relief burung berkepala manusia dan peniup seruling. Di keempat sisi tubuh candi juga terdapat relung-relung berhiaskan bunga dan burung berkepala manusia.

Di dinding luar sisi utara tubuh candi terdapat arca Durga Mahisasuramardini yang tampak sudah rusak. Di sisi selatan seharusnya terdapat arca Syiwa Guru dan di sisi timur seharusnya terdapat arca Ganesha. Keduanya sudah tidak ada lagi di tempatnya.

Di depan candi induk terdapat tiga candi perwara yang diperkirakan bentuknya sama seperti candi induk. Candi perwara ini berjajar utara-selatan dan menghadap ke timur. Candi perwara yang ada di tengah berisi arca nandi, di selatan terdapat lingga-yoni dan di utara tidak diketahui isinya.

Baca juga: Candi Agung, Peninggalan Hindu di Amuntai Kalimantan Selatan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

4 × three =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.