1001indonesia.net – Kujang bagi masyarakat tak sekadar senjata. Benda pusaka ini dikenal memiliki nilai sakral serta kekuatan magis. Kata kujang sendiri berasal dari kata kudihyang (kudi dan Hyang). Kudi berarti senjata sakti, sedangkan Hyang berarti Yang Kuasa.
Sama seperti umumnya senjata tradisional Nusantara lainnya, kujang terbuat dari besi, baja, dan bahan pamor. Bentuknya agak pendek dan melengkung. Panjangnya sekitar 20 sampai 25 cm.
Di masa lalu, kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) ataupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah, di antaranya di daerah Rancah, Ciamis.
Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang digunakan sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy di Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat Sunda, kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi, dan makna.
Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolis dan sakral. Wujud baru kujang tersebut, seperti yang kita kenal saat ini, diperkirakan lahir antara abad ke-9 dan abad ke-12.
Saat ini ada beragam kujang. Selain kujang untuk bertani (pamangkas) dan kujang pusaka, ada kujang pakarang untuk berperang dan kujang pangarak untuk perlengkapan upacara.
Selain dari fungsinya, jenis kujang dibedakan dari bentuknya. Ada kujang ciung, kujang kuntul, kujang jago, kujang bangkong, kujang badak, dan kujang naga.
Senjata tradisional ini memiliki empat bagian, yaitu papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut), dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak).
Kujang disebut senjata sakti karena dipercaya bisa menghalau musuh, menyembuhkan penyakit, dan menolak bahaya. Senjata asli masyarakat Sunda ini termasuk dalam salah satu Warisan Budaya Tak Benda Nasional Indonesia.
Baca juga: Keris, Fungsinya Lebih dari Sekadar Senjata