Omed-omedan, Budaya Bali yang Unik untuk Menjalin Keakraban

1500
Tradisi Omed-omedan
Tradisi omed-omedan usai Hari Raya Nyepi di Bali (Foto: suratkabar.id)

1001indonesia.net – Dari sekian banyak tradisi perayaan Hari Raya Nyepi, ada sebuah tradisi unik yang hanya dapat ditemui di Banjar Kaja Sesetan, Desa Sesetan, Denpasar. Tradisi tersebut bernama omed-omedan, yaitu ritual saling peluk dan tarik-menarik secara bergantian antara dua kelompok muda-mudi.

Omed-omedan sendiri berarti tarik-tarikan. Tradisi ini rutin diadakan setiap tahun sehari usai merayakan Nyepi. Tepatnya pada hari ngembak geni untuk menyambut tahun baru saka. Budaya ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-17 dan terus berlangsung hingga saat ini. 

Omed-omedan melibatkan sekaa teruna teruni atau pemuda-pemudi yang berumur 17 hingga 30 tahun dan belum menikah. Sebelum ritual dimulai, seluruh peserta mengikuti upacara persembahyangan bersama di Pura Banjar. Para peserta memohon kebersihan hati dan kelancaran dalam pelaksanaan ritual omed-omedan.

Setelah ritual sembahyang, para muda-mudi dikelompokkan menjadi grup pria (teruna) dan grup wanita (teruni). Ditampilkan juga pertunjukan tari barong bangkung (barong babi) yang dimaksudkan untuk mengingat kembali peristiwa beradunya sepasang babi hutan di desa ini. 

Foto: Flickr/trugiaz

Kelompok teruna dan teruni kemudian berbaris berhadap-hadapan dengan dipandu oleh para polisi adat (pecalang). Kemudian, secara bergantian dipilih seorang dari masing-masing kelompok untuk diangkat dan diarak pada posisi paling depan barisan.

Kedua kelompok kemudian saling beradu dan kedua muda-mudi yang diposisikan paling depan saling berpelukan satu sama lain. Saat keduanya saling berpelukan, masing-masing kelompok akan menarik kedua rekannya tersebut hingga terlepas satu sama lain. Jika kedua muda-mudi ini tidak juga dapat dilepaskan, panitia akan menyiram mereka dengan air hingga basah kuyup.

Ketika pasangan muda-mudi saling bertemu dan berpelukan erat, ada kalanya mereka akan saling beradu pipi, kening, dan bahkan bibir. Sebab itu, banyak masyarakat awam yang menyebut omed-omedan sebagai tradisi berciuman.

Foto: travelingyuk.com

Namun, menyebut ritual omed-omedan sebagai ritual ciuman massal dari Desa Sesetan adalah salah kaprah. Meskipun peluang persentuhan bibir itu ada dan peserta menghendaki hal tersebut, tetapi terjadi dalam waktu singkat karena kondisi yang keos.

Di masa lalu, masyarakat Sesetan memandang tradisi tradisi ini sebagai bagian dari wujud masima krama atau dharma shanti (menjalin keakraban) antarwarga.

Seiring perjalanan waktu, tradisi ini ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Menyadari hal ini, masyarakat setempat kemudian mengemas tradisi omed-omedan sebagai sebuah festival warisan budaya tahunan dengan tajuk Omed-omedan Cultural Heritage Festival yang juga dimeriahkan dengan bazzar dan panggung pertunjukan.

Dari tahun ke tahun, pengunjung festival ini terus meningkat, terlebih lagi dari kalangan penggemar fotografi yang saling berkompetisi untuk mengabadikan momentum langka tersebut sebagai objek eksplorasi mereka.

Foto: baligetaway.co.id

Pada tahun ini, mengingat situasi pandemi yang ada, tradisi dilaksanakan dengan beberapa penyesuaian. Pelaksanaan dibuat sesederhana mungkin. Omed-omedan yang biasanya melibatkan puluhan seka teruna diciutkan hanya menjadi tiga pasangan saja. Sebelum ritual dimulai, dilaksanakan upacara Guru Piduka agar diberikan kekuatan dan keselamatan.

Baca juga: Perang Api, Tradisi Umat Hindu Lombok Menyambut Nyepi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

four × 4 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.