1001indonesia.net – Masyarakat suku Sasak di Lombok memiliki beragam tradisi unik. Salah satunya adalah tradisi adu ketangkasan yang disebut peresean.
Alat yang digunakan dalam adu ketangkasan adalah penjalin. Rotan sepanjang 1,5 meter itu dibaluri aspal hitam. Di dalamnya terdapat pecahan beling yang diikat dengan benang bola warna putih. Penjalin ini digunakan sebagai alat untuk saling memukul.
Sementara perisai (ende) yang digunakan terbuat dari kulit sapi. Bentuknya segi empat berukuran sekitar 40 x 60 cm.
Peresean dilakukan di tengah arena dan diiringi musik bernuansa perang. Petarung dalam peresean disebut pepadu, sedangkan wasitnya disebut pakembar.
Di masa silam, peresean merupakan cara memilih prajurit tangguh di Lombok. Sebelum diterima menjadi prajurit, para calon akan diadu untuk menguji ketangkasan dan keberanian yang mereka miliki. Peresean juga menjadi ajang para pepadu untuk melatih ketangkasan dan ketangguhan dalam bertanding.
Tradisi adu ketangkasan khas suku Sasak ini juga dilaksanakan sebagai luapan emosi kegembiraan para prajurit Lombok dulu kala setelah berhasil mengalahkan lawan di medan perang. Konon, tradisi ini juga digunakan sebagai upacara memohon hujan bagi suku Sasak di musim kemarau.
Kini, fungsi peresean lebih sebagai seni pertunjukan. Digelar untuk menyambut wisatawan atau para tamu yang datang ke Lombok atau sebagai bagian dalam sebuah acara festival budaya.
Pertunjukan
Peserta peresean tidak dipersiapkan sebelumnya, tetapi peserta diambil dari para penonton. Artinya, penonton saling menantang dan salah satu penonton akan kalah kalau kepala/anggota badan sudah berdarah.
Penonton dapat mengajukan diri sebagai peserta peresean, dan juga peserta dapat dipilih oleh wasit di antara para penonton. Wasit pinggir (pekembar sedi) mencari pasangan pepadu dari para penonton, sedangkan wasit tengah (pekembar teqaq) yang akan memimpin pertandingan. Setelah peserta sudah pas, pertarungan dimulai.
Aturan peresean adalah para pepadu tidak boleh memukul anggota badan bagian bawah (kaki/paha). Yang boleh dipukul adalah anggota badan bagian atas (kepala, pundak, dan punggung).
Pertunjukan peresean diiringi oleh tabuhan alat musik untuk menyemangati para pepadu sekaligus sebagai pengiring kedua pepadu menari. Alat musik yang digunakan sebagai pengiring adalah gendang beleq.
Para petarung bertemu di tengah lapangan dengan bertelanjang dada, menggunakan capuk (penutup kepala khas sasak) dan kain sarung khusus yang sudah dipersiapkan panitia.
Pepadu memegang tongkat rotan di tangan kanan dan perisai di tangan kiri. Kedua pepadu harus saling serang untuk mendapat nilai tinggi dari para juri. Pepadu akan mendapatkan nilai tertinggi jika bisa memukul kepala lawan.
Pemenangnya ditentukan dari nilai yang diperoleh dalam 5 ronde atau salah satu pepadu sudah mengibarkan bendera putih karena berdarah.
Setelah bertarung, para pepadu bersalaman dan berpelukan. Tidak ada rasa dendam di antara para petarung meski tradisi ini kental dengan unsur kekerasan. Pepadu yang berdarah akan diobati dengan obat sejenis minyak.
Baca juga: Pasola, Adu Ketangkasan sebagai Ritual Pemujaan terhadap Dewa-Dewa