1001indonesia.net – Cengkeh adalah jenis rempah-rempah khas Indonesia yang sangat berharga. Begitu berharganya sehingga menarik bangsa asing untuk datang ke Indonesia.
Apa yang disebut sebagai era baru penjajahan yang digawangi oleh Portugis di Nusantara, diawali oleh ‘keserakahan’ untuk menguasai sumber rempah-rempah ini untuk diperdagangkan kembali di negeri Eropa.
Bahkan kala itu, Portugis menghargai 1 kilogram cengkeh yang didapatnya dari Maluku, seharga dengan 7 gram emas.
Cengkeh amat diperlukan dalam beragam ramuan, baik penganan, obat, atau keperluan manusia lain. Cengkeh menjadi unik karena tumbuh dengan amat baik dan bagus di kawasan kepulauan dengan curah hujan dan sinar matahari yang tetap atau stabil. Nusantara hampir identik dengan ciri cengkeh, sekaligus identik dengan nilai dan simbol guna dari cengkeh di seluruh dunia.
Cengkeh dalam bahasa Latin dikenal dengan nama Syzygium Aromaticum atau Eugenia Aromaticum, sedangkan dalam istilah Inggris disebut cloves. Cengkeh bisa digunakan sebagai bumbu masakan, bahan dasar rokok kretek, kosmetik, parfum, dan farmasi karena memiliki sifat antiseptik serta antivirus selain mempunyai manfaat lain yang sangat banyak bagi kesehatan tubuh.
Pohon cengkeh dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 10 hingga 20 meter, daunnya berbentuk lonjong dan terdapat bunga di pucuk-pucuknya. Tangkai buahnya semula berwarna hijau tapi akan berwarna merah jika sudah mekar. Cengkeh dapat dipanen jika sudah berusia lima sampai enam tahun sejak benihnya ditanam dan panjang bunganya sudah berukuran 1,5 hingga 2 sentimeter.
Semula cengkeh hanya tumbuh pada lima pulau kecil di sebelah timur Sulawesi dan sebelah barat Papua. Dalam soal harga, sejak zaman Romawi Kuno, harganya memang sudah terbilang fantastis, karena diketahui bahwa tanaman khas Indonesia itu berkhasiat sebagai penawar beberapa penyakit dan menjadi pelengkap bumbu masakan.
Jenis rempah-rempah ini banyak ditemukan di wilayah Maluku, tepatnya di pegunungan Gamalama, pulau Ternate. Di sana terdapat pula pohon tertua cengkeh generasi ketiga, peduduk sekitar menyebut pohon tua tersebut dengan nama Afo.
Afo generasi kedua berusia sekitar 200 tahun dan sudah mati pada 2013 silam. Hayatnya menjadi saksi bisu kedatangan para penjajah yang bermaksud memonopoli perdagangan cengkeh. Afo generasi kedua tingginya mencapai 16 meter dan dapat menghasilkan 200 kilogram dalam masa panennya.
Untuk memperingati kejayaan rempah-rempah dan melestarikannya, Pemerintah Kota Ternate sedang membuat museum rempah, yang berlokasi di Benteng Oranje. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa dalam sejarah, Ternate yang dahulu dikenal sebagai pusat rempah-rempah dunia.
Lihat Juga: Maluku, Kepulauan yang Kaya akan Rempah-rempah