1001indonesia.net – Lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” (1857) dengan kepala tegak amat jelas menunjukkan karakter yang dilukis, yaitu Pangeran Diponegoro. Kepala tegak ini juga menegaskan karakter tegak sang pelukis yaitu Raden Saleh (1811-2880). Lukisan kepala tegak ini berseberangan dengan tema yang sama dalam lukisan Nicolaas Pieneman (sekitar 1830-1835) yang bersuasana penaklukan.
Raden Saleh Sjarif Boestaman—nama asli Raden Saleh—adalah maestro sekaligus perintis seni lukis modern Indonesia. Dia adalah seniman pribumi pertama yang menguasai gaya melukis Eropa. Lukisannya berkaitan dengan gerakan romantisisme abad ke-19 yang sedang populer di Eropa kala itu.
Dia mendapat bimbingan dari pelukis Belgia Antonio Payen serta pelukis Belanda A. Schelfh ouf dan C. Kruseman di Den Haag. Raden Saleh berkeliling dan tinggal di beberapa negara Eropa selama hampir 23 tahun. Mutu lukisannya yang sangat memukau membuat ia terkenal di negara-negara Eropa. Dia bahkan diangkat sebagai pelukis istana Belanda.
Raden Saleh juga berkesempatan belajar melukis dari para maestro di luar Belanda. Pada 18 Mei 1839, Raden Saleh meninggalkan Belanda dan memulai kunjungan belajar ke Jerman, Austria, Italia, dan Prancis. Bakatnya berkembang pesat saat dia tinggal di kota Dresden selama empat tahun.
Dia mulai melukis dengan menggunakan tema-tema ketimuran dan eksotik. Cita rasa oriental yang berasal dari latar belakang kejawaannya menjadi ciri khasnya yang membedakan Raden Saleh dari pelukis romantik Eropa lainnya. Semasa hidupnya, dia tidak hanya berkiprah pada bidang seni lukis. Dia juga merupakan sosok yang penting dalam bidang zoologi, arkeologi, dan antropologi budaya Jawa.
Raden Saleh banyak menghasilkan lukisan yang bernilai seni tinggi. Oleh karena itu, dia menjadi terkenal di negara-negara Eropa. Orang Eropa heran dan tidak menyangka seorang pelukis dari Hindia Belanda mampu menguasai dan menangkap spirit seni lukis Barat. Karya lukisannya bukan hanya sangat indah, tetapi juga mencerminkan sikap perlawanan kepada pemerintah kolonial.
Pada lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro”, dia menggambarkan kepala orang-orang Belanda lebih besar untuk menampilkan mereka sebagai monster yang angkuh dan arogan. Dia sendiri memasukkan dirinya pada lukisan tersebut sebagai pengikut Diponegoro.
Dia juga menampilkan sisi humanisnya dalam “Potret H.W. Daendels” saat dia menyisipkan sosok-sosok pribumi saksi pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Raden Saleh juga menuangkan bentuk perlawanannya melalui lukisan “Perkelahian Singa” serta “Gunung Merapi dan Merbabu” karena tindakan semena-mena pemerintah kolonial saat dia ditangkap dan diadili pemerintah kolonial lantaran dituduh terlibat Pemberontakan Bekasi 1869.
Bagi bangsa Indonesia, Raden Saleh adalah seorang perintis sebuah pemahaman baru tentang seni. Meski dia mengenyam pendidikan Barat bahkan dibiayai oleh pemerintah kolonial, dia tetap berpihak pada bangsanya. Hal yang secara tidak langsung dia tunjukkan dalam lukisannya.