1001indonesia.net – “Karena toleransi tidak bisa hanya diajarkan, toleransi harus dialami dan dirasakan.” Demikian semboyan SabangMerauke, sebuah program untuk mengenalkan nilai-nilai toleransi pada anak-anak Indonesia melalui pengalaman nyata bertemu dan hidup bersama dengan yang lain.
Ayu Kartika Dewi, salah satu penggagas program ini, menuturkan ide berdirinya SabangMerauke (singkatan dari Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali) berangkat dari pengalamannya saat ia menjadi Pengajar Muda (Indonesia Mengajar) di Maluku Utara.
Di sana, ia menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan masyarakat terkotak-kotak pascakonflik Maluku tahun 1999–2002. Kampung-kampung berdiri berdasarkan agama. Interaksi antarkampung yang berbeda agama tidak terjalin dengan baik. Akibatnya, prasangka terhadap yang berbeda kuat tertanam dalam pikiran masyarakat.
Hal ini membuat Ayu sadar bahwa toleransi tidak cukup hanya diajarkan melalui buku PPKn semata. Para peserta didik harus mengalami sendiri perjumpaan dengan yang berbeda. Hanya melalui pengalaman perjumpaan langsung dengan yang berbeda, segala prasangka bisa dihilangkan.
Pada 2013, Ayu bersama rekan-rekannya mulai merintis program SabangMerauke. Dalam program ini, anak-anak dari berbagai daerah akan diajak untuk meluangkan waktu libur sekolah selama 2 minggu untuk tinggal di Jakarta bersama keluarga yang berbeda suku dan agama.
Pada 2017 ini, program SabangMerauke sudah menginjak tahun yang kelima. Kali ini, para peserta juga diajak untuk untuk berkunjung ke berbagai rumah ibadah dan museum. Juga ada sesi literasi dan storytelling. Pada sesi literasi media, anak-anak diajak untuk menggunakan media sosial secara sehat dan selektif.
Di harapkan, para peserta yang telah mengikuti program ini akan tetap memegang teguh nilai-nilai toleransi dan penghargaan terhadap yang berbeda. Dengan demikian, mereka bisa menjadi duta perdamaian di daerahnya masing-masing.