1001indonesia.net – Kampung Gelgel di Kabupaten Klungkung merupakan kampung muslim tertua di Bali. Masyarakat kampung ini memiliki tradisi Ngaminang. Tradisi makan bersama di bulan Ramadhan ini menjadi simbol eratnya hubungan antarumat beragama.
Seperti yang dilansir Kompas (20/6/2017), ngaminang adalah tradisi makan bersama dengan sagi sebagai alat sajinya. Sagi merupakan nampan berbentuk lingkaran. Isinya lengkap, mulai dari nasi, lauk pauk, kerupuk, hingga buah dan minuman. Sagi ditutup semacam tudung saji khas Bali yang disebut saap.
Makan bersama dengan 4 orang duduk bersila mengelilingi satu sagi dinamakan magibung oleh orang Bali. Saat makan bersama itulah, rasa kebersamaan menguat. Mereka tak hanya berbagi makanan, tapi juga cerita dan kegembiraan.
Acara ngaminang diikuti siapa saja yang berbuka di masjid, terutama laki-laki. Jika ada perempuan yang ingin ikut serta, petugas masjid akan membawakan sagi ke area khusus perempuan.
Juga tidak hanya umat muslim yang mengikutinya, tapi juga umat agama lain. Sebab itu, biasanya daging sapi tidak disajikan untuk menghormati umat Hindu yang menghormati sapi sebagai hewan yang disucikan sebab itu mereka tidak memakan dagingnya.
Merekatkan Kebersamaan
Tradisi ngaminang dan tradisi sejenis perlu dilestarikan karena bisa menjadi sarana menjalin kebersamaan dan memperkuat nilai toleransi antarumat beragama.
Tradisi berbuka puasa bersama lintas agama ini dijiwai oleh kearifan menyama braya atau kebersamaan antar warga penduduk kampung. Tujuan awal adanya tradisi ngaminang adalah untuk mempererat antara keluarga Puri Klungkung dengan Muslim di Gelgel.
Kampung Gelgel dipercaya merupakan kampung Muslim tertua di Bali. Meskipun tidak ada jejak fisik atau prasasti yang menyatakan hal tersebut, diyakini bahwa masyarakat Muslim sudah ada sejak abad XIV di kampung ini. Baru kemudian, muncul kampung-kampung Muslim di kabupaten lainnya, seperti di Buleleng, Kota Denpasar, dan Jembrana karena kegiatan perdagangan.
Dikisahkan kedatangan umat Islam di Gelgel berawal dari kembalinya Raja Gelgel I Dalem Ketut Ngelingsir dari kunjungannya ke Jawa. Ia diiring para pengawal yang tidak kembali ke asal. Di Bali, para pengawal yang beragama Islam ini kemudian diberi tempat dan menetap di Gelgel. Mereka kemudian membangun sebuah masjid sebagai tempat beribadat.
Penamaan Kampung Gelgel merupakan penghormatan penduduk Hindu yang berada di sekitarnya terhadap kaum Muslim.
Biasanya masyarakat setempat hanya memberi nama sampai tingkat banjar yang cakupannya lebih besar daripada kampung. Namun, untuk menghormati eksistensi kaum muslim di sana, diberikanlah nama untuk kampung yang mereka tempati itu, yakni kampung Gelgel. Di atas Kampung Gelgel, sebenarnya ada Desa Gelgel yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.
Tradisi ngaminang bisa dikatakan juga sebagai wujud syukur atas terwujudnya harmoni antarumat beragama di Pulau Bali. Warga Hindu biasa memanggil warga yang beragama Islam dengan sebutan nyama selam atau saudara Islam yang menunjukkan eratnya ikatan persaudaraan.