1001indonesia.net – Alat musik rebana atau robana (frame drums) berasal dari Timur Tengah. Bentuknya berupa gendang pipih bundar yang memakai bingkai berbentuk lingkaran. Terbuat dari kayu yang dibubut. Tinggi atau dalamnya hanya beberapa inci saja, tidak dalam jika dibandingkan dengan jenis-jenis gendang lainnya.
Permukaan yang paling lebar dari bingkai tadi diberi kulit kambing dan direnggangkan, sedangkan muka yang sebelah lagi dibiarkan terbuka. Wujudnya hampir mirip dengan sebuah pasu kayu untuk tempat air di zaman dahulu saat panci besi dan plastik belum dikenal.
Di Betawi, rebana dikenal sebagai alat musik bermembran. Di beberapa daerah di Jawa, ia disebut juga terbang. Nama rebana diperkirakan berasal dari kata robbana, yang berarti Tuhan Kami. Sebutan itu timbul karena alat musik ini digunakan untuk mengiringi lagu-lagu bernapaskan Islam yang sering melagukan syair yang mengundang kata robbana. Lama-kelamaan alat musiknya disebut ” rebana” atau “robana”. Alat musik ini terbilang tradisional karena usia perkembangannya dapat dikatakan sudah cukup lama. Ia juga menjadi ciri khas alat musik melayu.
Di Malaysia, Brunei, Indonesia, dan Singapura, alat musik ini sering dipakai bersama gambus untuk mengiringi tarian zapin. Cara memainkannya sama dengan perkusi-perkusi lainnya seperti kendang, jimbe, dan lainnya, yakni dengan dipukul oleh tangan maupun jari jemari tangan.
Sering kali, ia dipakai di acara syukuran pernikahan, khitanan, Maulid Nabi Muhammad maupun peresmian tempat-tempat lainnya yang berkaitan dengan religi. Namun, dalam perkembangannya, ia banyak dilombakan di sekolah-sekolah madrasah tsanawiyah, aliyah bahkan perguruan tinggi Islam.
Rebana yang dilombakan ini dalam bentuk Qasidah (dimainkan oleh beberapa orang dalam kelompok). Selain itu, ia juga dipakai dalam permainan musik hadroh dan gambus. Kesenian-kesenian yang sama asalnya dengan rebana, yakni dari Timur Tengah. Di Bumiayu, alat musik ini juga dijadikan sebagai lambang kota tersebut.
Bagi masyarakat Melayu di negeri Pahang, permainan rebana sangat populer, terutama di kalangan penduduk di sekitar Sungai Pahang. Tepukan alat musik ini mengiringi lagu-lagu tradisional seperti indong-indong, burung kenek-kenek, dan pelanduk-pelanduk.
Di Malaysia, selain rebana berukuran biasa, terdapat juga yang berukuran besar yang diberi nama Rebana Ubi. Rebana ini dimainkan pada hari-hari raya untuk dipertandingkan bunyi dan iramanya.
Sedangkan di Asia Selatan meliputi Pakistan, India, Bangladesh, Maladewa dan sekitarnya, seni rebana juga sangat ramai digunakan meski ditambahkan varian alat musik dan senandungnya yang berbeda.
Di Indonesia, daerah yang menghasilkan ribuan alat musik rebana yang dijual baik di pasar domestik maupun pasar internasional adalah Desa Kaliwadas, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Jenis-Jenis Rebana di Indonesia
Terdapat beberapa jenis rebana yang berkembang di Indonesia dan merupakan ciri khas dari kultur dan budaya daerah tertentu. Namun, dapat dikategorikan secara umum menjadi rebana Banjar, rebana Biang, Jidor, Kompang, Marawis, Samroh, dan Hadroh.
Di Betawi sendiri, terdapat ragam jenisnya selain yang baru saja disebutkan. Ada rebana Ketimpring, rebana Dor, rebana Qasida, rebana Maukhid, dan rebana Burdah.
Kesenian rebana ini masih bertahan di Kampung Bojong.
Di sini penulis berhasil melacak gambaran mengenai dua jenis rebana dari jenis-jenis yang disebutkan di atas, yaitu rebana ketimpring dan rebana biang.
Rebana Ketimpring
Rebana ketimpring biasa dimainkan pada acara-acara seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad, arak-arakan pengantin pria menuju rumah pengantin, kelahiran, tujuh bulanan bayi dan akekah, serta pertunjukan tarian ondel-ondel.
Disebut rebana ketimpring karena ia memiliki tiga pasang “kerincingan”, yaitu semacam kecrek yang terbuat dari kayu dan dipasang pada bagian badan rebana. Dalam istilah Betawi, “kerincingan” ini biasa disebut dengan “kelongkongan”.
Pada acara Maulid Nabi dan arak-arakan pengantin pria, lagu yang didendangkan adalah shalawat nabi. Lagu dan lirik rebana ketimpring banyak bercerita tentang riwayat maupun puji-pujian lainnya bagi Nabi Muhammad, yang mengutip prosa atau syair dari kitab-kitab Arab kuno dari abad ke-17 dan 18.
Rebana ketimpring merupakan jenis rebana yang paling kecil dengan garis tengahnya hanya 20–25 cm. Saat pertunjukan, rebana ini dimainkan oleh sebuah grup dengan tiga buah rebana. Rebana pertama berfungsi sebagai komando, disebut dengan rebana lima. Sedang dua yang lain disebut rebana tiga dan rebana empat. Permainan keduanya mengikuti arah irama rebana lima. Lirik dan lagunya dinyanyikan oleh ketiga pemain rebana tersebut, yang sering kali juga diikuti oleh orang-orang yang hadir.
Konon terdapat dua kisah tentang kemunculan rebana ketimpring. Yang pertama datang dari Sarmada, seorang tukang pembuat karton. Saat menumbuk kardus bersama pembantunya, ia mendapati sebuah irama. Bersama dengan Sa’dan dari Sumur Batu dan Mu’min dari Rawa Buaya mereka akhirnya mempelajari bunyi irama tersebut hingga terciptalah rebana ketimpring yang menghasilkan nada indah.
Cerita kedua muncul dari bocah penggembala sapi yang bernyanyi sambil memukul tudung cetoknya. Dari bunyi pukulan cetok tersebut akhirnya tercipta irama yang terdiri dari delapan macam tepukan, yang ada dalam rebana ketimpring. Di antaranya adalah tepukan pincang satu, tepukan pincang dua, tepukan seramba, tepukan pincang siir, tepukan pincang gambus, tepukan pincang serong, tepukan pincang kwitang, dan tepukan pincang empat. Sedangkan perpindahan tepukan sendiri disebut “tokse”.
Rebana Biang
Konon rebana ini dibawa oleh pasukan Mataram pimpinan Sultan Agung. Alat musik kesenian ini berfungsi sebagai hiburan dan kegiatan tarekat. Disebut rebana biang karena ukurannya besar. Terdiri dari 3 buah rebana. Yang pertama, paling kecil berdiameter 30 cm, bernama gendung. Yang kedua berukuran sedang, berdiameter 60 cm, disebut kotek. Sedangkan yang ketiga adalah yang paling besar, berdiameter 80 cm. Oleh karenanya ia disebut biang.
Rebana ini dapat dikatakan kesenian yang sudah sangat langka. Dalam memainkan sebuah lagu, masing-masing rebana memiliki irama dan lagunya tersendiri. ada lagu yang berirama cepat dan ada pula yang lambat.
Di Indonesia, alat musik ini mampu memberikan sebuah ciri khas tersendiri. Ia banyak dicari dan dipelajari oleh masyarakat Indonesia bahkan hingga oleh banyak negara.