1001indonesia.net – Kebangsaan Indonesia bukanlah hal yang terberi. Ini berbeda dengan identitas primordial lainnya, seperti suku, ras, dan agama, yang umumnya melekat pada manusia begitu ia lahir. Sebab itu, kebangsaan Indonesia perlu diperjuangkan. Di antaranya melalui pendidikan dan penyebaran informasi. Ciri masyarakat Indonesia yang cenderung bersifat kolektivis daripada individualis menjadi peluang sekaligus tantangan.
Kolektivisme sangat kuat pada masyarakat tradisional Indonesia. Ini tampak dalam budaya di berbagai daerah di Indonesia yang sangat menekankan sifat kebersamaan di mana kepentingan pribadi diletakkan di bawah kepentingan umum. Budaya ini kemudian menciptakan ikatan dan solidaritas sosial yang kuat pada masyarakatnya.
Dalam budaya kolektivisme ini, individu menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan komunitasnya. Perbedaan antarindividu lebur dalam identitas kelompok budaya. Ini tentu sangat baik ketika budaya mampu menyatukan segala perbedaan yang ada di dalamnya. Ini terjadi di berbagai daerah Nusantara yang memiliki berbagai tradisi yang mampu menjadi sarana membangun ikatan sosial dalam masyarakat dengan perbedaan agama.
Contohnya, budaya selamatan yang diikuti oleh masyarakat suku Jawa dari beragam agama. Di Maluku, ada tradisi pela yang menjadi sarana untuk mengikat tali persaudaraan antara dua negeri yang berlainan agama. Di Bali ada tradisi ngejot, yaitu kebiasaan membagi makanan menjelang hari raya pada tetangga yang berbeda agama. Dan, masih banyak tradisi-tradisi serupa yang menyimbolkan ikatan dalam masyarakat yang bhinneka.
Namun, ketika akar kultural luntur, tidak ada lagi ruang budaya yang mampu menyatukan segala perbedaan. Padahal sifat kolektivisme membuat orang Indonesia cenderung mengidentikkan dirinya dengan kelompok tertentu. Ada kebutuhan yang sangat kuat dari orang Indonesia untuk menjadi bagian kelompok tertentu. Selain kelompok budaya/kesukuan, yang paling dekat adalah agama. Inilah yang menjadi salah satu sebab kuatnya polarisasi berdasar agama akhir-akhir ini.
Tentu akar permasalahannya bukanlah kuatnya kolektivisme dalam masyarakat Indonesia. Keberakaran pada identitas kultural/agama tertentu sah-sah saja. Persoalannya bagaimana menciptakan sebuah identitas bersama yang mampu merangkum segala kebhinnekaan yang ada.
Itulah yang kita sebut sebagai identitas keindonesiaan. Tapi, seperti yang saya katakan di awal, identitas keindonesiaan bukanlah sesuatu yang terberi. Indonesia seperti yang dikatakan oleh Bennedict Anderson, adalah sebuah “komunitas terbayang”.
Untuk memahami diri kita sebagai bangsa Indonesia kita perlu memiliki imajinasi dan pengetahuan karena apa yang disebut Indonesia itu terdiri atas berbagai hal yang sangat beragam yang tidak bisa kita pahami seluruhnya. Sebab itu, menjadi orang Indonesia adalah sebuah proses yang tak pernah berhenti.
Itu sebabnya, kebangsaan Indonesia perlu diperjuangkan. Proses mengindonesia adalah proses belajar bersama yang tidak mudah. Menjadi Indonesia membutuhkan usaha keras untuk melampaui identitas primordial kita dan mengakui adanya keberagaman. Untuk itu, sifat kolektivisme yang dimiliki bangsa ini perlu diimbangi dengan individualisme. Hanya dengan ini, kita bisa membangun ikatan dan solidaritas sosial sekaligus memiliki sikap kritis terhadap segala penyimpangan yang terjadi di masyarakat kita.
Pendidikan dan media informasi menjadi kunci dalam memperjuangkan kebangsaan Indonesia. Pendidikan, baik di tingkat keluarga maupun sekolah, berperan penting dalam mengenalkan nilai kebhinnekaan dan toleransi kepada anak didik.
Begitu pun dengan media yang memiliki daya untuk membentuk opini publik. Maraknya berita bohong dan ujaran kebencian yang mengusung isu SARA di berbagai media sosial menyumbang pada bangkitnya gerakan intoleran yang mengancam keutuhan bangsa.
Berbagai gerakan yang kemudian muncul untuk melawan berita-berita palsu dan ujaran kebencian tersebut patut diapresiasi. Selain itu, perlu didorong budaya literasi (kebiasaan membaca dan menulis) pada generasi muda. Salah satu penyebab maraknya berita bohong ditengarai karena rendahnya minat baca bangsa Indonesia. Peran aktif berbagai kalangan untuk menyuarakan dan memperjuangkan kebangsaan Indonesia sangat diperlukan.