Potong Jari, Tradisi Berbela Sungkawa di Papua

7815

1001indonesia.net – Perasaan cinta, kesetiaan, dan rasa persaudaraan yang mendalam dan sedemikian kuatnya tampak pada Suku Dani di Papua dengan tradisi potong jari atau. Masyarakat Papua menyebutnya sebagai tradisi Ikipalin atau Iki Palek.

Perempuan tua suku Dani di Wamena, Papua—sering dipanggil mama—memotong jarinya sebagai tanda duka yang mendalam bila ada anggota keluarganya meninggal dunia. Bila sudah tidak ada jari yang bisa dipotong, maka bagian dari daun telinga dipotong.

Kita mungkin tidak bisa mengerti tradisi turun-temurun untuk menyakiti diri sendiri karena ditinggal mati saudara ini. Namun, demikianlah pandangan Suku Dani. Mama percaya, sesakit apa pun jari yang dipotong, lebih sakit ditinggalkan anggota keluarganya ke alam baka.

Suku Dani

Suku Dani menempati satu wilayah di Lembah Balliem di pegunungan Jayawijaya, Papua. Mereka dikenal sebagai petani yang terampil dan telah menggunakan alat/perkakas sejak ratusan tahun lalu.

Saat awal mula ditemukan oleh seorang penyidik dari Amerika Serikat pada 1935, Suku Dani diketahui telah mengenal teknologi kapak batu, pisau yang dibuat dari tulang binatang, serta tombak dari kayu galian yang terkenal sangat kuat dan berat.

Sampai saat ini, masyarakat Suku Dani masih banyak yang mengenakan koteka (penutup kemaluan pria) yang terbuat dari kunden (labu kuning). Sementara kaum wanitanya menggunakan pakaian wah berasal dari rumput/serat. Mereka tinggal di honai, rumah adat Suku Dani.

Honai, Rumah Adat Suku Dani di Papua (Foto: bintang.com)
Honai, Rumah Adat Suku Dani di Papua (Foto: bintang.com)

Honai sepenuhnya dibangun dari material yang ada di alam sekitar. Rumah ini berbentuk bulat dengan dinding yang tersusun dari potongan kayu. Pintunya berukuran mungil dengan atap terbuat dari jerami. Meski tanpa jendela, ruangan dalam honai terasa sejuk. Angin masuk melalui celah-celah di dinding kayu dan atap jerami.

Jarak antara lantai dan langit-langit yang hanya sekitar 1 meter membuat honai tampak mungil. Di dalam honai ada satu perapian yang letaknya persis di tengah ruangan. Tak ada peralatan apa pun selain jerami.

Perapian di dalam honai berfungsi untuk menghangatkan badan saat udara dingin. Namun, honai tak memiliki tak punya cerobong layaknya rumah modern yang memiliki perapian. Sebab itu, saat api perapian sedang menyala, pintu akan dibuka sedikit. Tentu orang yang menyalakan perapian harus berhati-hati mengingat seluruh bangunan honai terbuat dari bahan yang mudah terbakar.

Honai ini biasanya dibangun secara berkelompok. Lima hingga enam bangunan berjajar dengan begitu rapi di lereng tebing tinggi.

Selain honai yang berbentuk bulat, ada jenis rumah lain yang berbentuk persegi yang disebut sebagai ebe’ai. Selain bentuk, kedua jenis rumah tersebut memiliki fungsi yang berbeda. honai dihuni oleh kaum laki-laki, sementara ebe’ai ditinggali oleh kaum perempuan. Selain kedua jenis bangunan itu, ada bangunan yang difungsikan sebagai kandang babi yang disebut wamai.

Iki Palek

Selain rumahnya yang unik, Suku Dani terkenal juga oleh tradisi potong jari atau yang disebut Iki Palek atau Ikipalin. Tradisi yang tergolong ekstrem ini biasanya dilakukan oleh mama-mama dari Saku Dani saat mereka ditinggal saudara, anak, ataupun suami.

Kita tidak bisa membayangkan betapa sakitnya mama Papua saat ia memotong jarinya dengan kapak batu atau perkakas lainnya. Kita bisa bertanya, betapa pun rasa sedih akibat ditinggal anggota keluarga, apakah perlu sampai harus menyakiti diri sendiri dengan memotong jari tangan?

Namun, inilah bukti rasa cinta dan eratnya persaudaraan mereka sehingga mereka merelakan jarinya dipotong dan mampu menahan rasa sakit yang mendera akibat ditinggal mati anggota keluarga. Tampak bahwa nilai kebersamaan sangat penting artinya dalam kehidupan Suku Dani.

Beberapa sumber mengatakan tradisi potong jari sudah mulai ditinggalkan, atau kalaupun masih ada, sudah jarang sekali orang yang melakukannya. Agama dan perkembangan zaman turut memengaruhi kehidupan Suku Dani. Namun, jejak adanya tradisi ini masih terlihat sampai saat ini dengan banyaknya mama Papua yang tidak memiliki jari yang utuh karena sudah terpotong.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

sixteen + nineteen =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.