1001indonesia.net – Di Kelurahan Payo Lebar, Kota Jambi, terdapat sebuah sekolah setingkat PAUD dan TK unik yang dikenal sebagai sekolah bank sampah. Di sekolah ini, anak-anak tidak usah membayar dengan uang untuk mendapatkan pendidikan. Anak-anak cukup memberikan limbah rumah tangga sebagai ganti uang sumbangan pendidikan. Limbah ini dimanfaatkan juga sebagai bahan kerajinan dan alat peraga dalam kelas.
Sampah yang dibawa bisa berupa botol, gelas, kaleng, dan kardus yang sudah tidak terpakai lagi. Bisa juga pecahan besi, plastik, ataupun kertas yang biasanya dibuang. Benda-benda usang ini digunakan sebagai pengganti uang SPP.
Awalnya, metode pembayaran dengan sampah ini membuat sebagian orangtua siswa ragu akan kualitas pengajaran sekolah ini. Namun, setelah proses pengajaran berlangsung, mereka akan menyaksikan bahwa apa yang dipelajari sekolah ini sama seperti umumnya PAUD/TK lainnya. Di sekolah ini anak-anak bahkan diajari untuk lebih kreatif dan peduli dengan lingkungan sekitar.
Biasanya, sampah dianggap barang tak berguna dan dibuang begitu saja. Di sini, para guru mengajari siswa dan siswinya untuk mengolah bekas gelas plastik menjadi topi, mainan sederhana, hingga alat peraga.
Sebagian alat peraga yang digunakan dalam kelas, seperti kartu huruf dan angka serta berbagai pajangan bergambar di dinding merupakan hasil pemanfaatan sampah yang dibawa para murid dari rumah masing-masing.
Para guru bereksperimen dan melatih siswa di kelas membuat kerajinan yang memanfaatkan barang bekas. Pelatihan yang sama juga digelar untuk para orangtua siswa. Ada pula pelatihan keliling pengolahan sampah dari kampung ke kampung. Sebagian karya yang dihasilkan ditampung dalam negeri seni sederhana di kawasan Telanaipura.
Adi Putra
Ide mendirikan sekolah bank sampah ini datang dari seorang penyiar muda di Radio Republik Indonesia (RRI) Jambi bernama Adi Putra. Dia menyulap rumahnya menjadi TK dan PAUD untuk membantu anak-anak kecil di sekitarnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Sebagian besar mereka berangkat dari keluarga dengan tingkat ekonomi lemah.
Ide ini tak lepas dari pengalaman hidup Adi yang sangat lekat dengan sampah. Bertahun-tahun, ia melewati masa kecil sebagai pemulung. Ayahnya yang bekerja sebagai buruh bangunan tidak mampu membiayai keempat anaknya untuk bersekolah. Adi yang bertekad untuk terus bersekolah, mencari uang sendiri dengan memulung barang bekas.
Saat ia merasa memulung tidak mencukupi untuk membiayai sekolah, ia mencoba pekerjaan lain, sebagai pedagang ikan di Pasar Angso Duo, Kota Jambi. Ia kemudian melakoni berbagai pekerjaan lain sampai akhirnya ia berhasil mencapai impiannya, menjadi sarjana FKIP Universitas Jambi.
Pengalaman hidupnya ini membuatnya tergerak saat ia menyaksikan banyak anak dari keluarga tidak mampu di sekitar tempat tinggalnya kesulitan untuk bersekolah. Ia bertekad untuk membantu mereka.
Untuk itulah, ia mendirikan PAUD dan TK di rumahnya. Namun, karena Adi tidak punya uang untuk menutupi semua kebutuhan operasional sekolah, ia mencoba untuk memanfaatkan sampah sebagai sumber pendanaan.
Ide ini sebenarnya sudah terbersit sejak 2010. Namun karena berbagai hambatan, pendirian sekolah baru terealisasi pada 2014. Tepatnya, pada 28 Mei 2014, Adi mendapatkan izin untuk mendirikan Sekolah Bank Sampah PAUD dan TK AL-Kausar.
Ide menggunakan sampah sebagai alat bayar sekolah awalnya dianggap aneh dan dicemooh banyak orang. Mereka meragukan keberhasilannya. Namun, cemoohan itu tak menyurutkan tekadnya. Ternyata, sekolah yang digagasnya berkembang cukup pesat.
Didasari besarnya permintaan pendidikan gratis, para orangtua berlomba menyisihkan sampah di rumah. Jika tidak cukup mampu mengumpulkan sampah seusai nilai SPP yang dipatok, Adi menutupinya dengan bantuan donasi sampah dari kalangan usaha. Ia melibatkan donatur yang berasal dari restoran, kantor pemerintahan, toko buku, dan usaha media. Bentuk donasi ini pun bukan berupa uang, melainkan sampah.
Beberapa pihak yang menjadi donatur di antaranya Restoran Pondok Sepur, Toko Buku Gramedia, Tribun Jambi, Bank Indonesia Jambi, RRI, Telkomsel, PLN, rumah dinas wali kota Jambi. Hasil mengumpulkan sampah dari para murid dan donatur cukup untuk biaya operasional pendidikan termasuk membayar gaji empat orang guru dan kepala sekolah.
Selain di TK dan PAUD Al-Kausar, sekolah bank sampah juga dikembangkan Adi Putra di beberapa tempat, seperti di Sekolah Dayung Bank Sampah di kawasan Sipin dan Sekolah Bank Sampah Perempuan di Palmerah, Jambi. Metode ini juga diterapkan di sekolah satu atap SMP dan SMA Arradal Haq yang terletak di Pematang Lumut, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Metode pembayaran SPP dengan sampah ini terbukti ampuh tidak hanya menyelesaikan persoalan pendidikan bagi anak dari keluarga ekonomi lemah, tapi juga untuk melatih semangat kewirausahaan bagi para murid dan orangtua.
Sumber:
- http://print.kompas.com/baca/gaya-hidup/sosok/2016/09/28/Sedekah-Sampah-untuk-Pendidikan
- http://www.mongabay.co.id/2016/07/28/belajar-dari-adi-putra-sekolah-bayar-dengan-sampah/
- Kompas, Rabu, 12 Oktober 2014.