Mencegah Kekerasan dengan Semangat Inklusi

Chandra Saputra P.

24
Ilustrasi

1001indonesia – Sekolah sering disebut sebagai rumah kedua bagi anak-anak. Namun, data menunjukkan bahwa ruang pendidikan ini belum sepenuhnya aman.

Menurut catatan KemenPPPA melalui Simfoni, hingga awal Juli 2025 telah tercatat sekitar 14.000 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Meski data tidak merinci seberapa banyak terjadi di sekolah, fakta ini mengingatkan bahwa pendekatan pencegahan harus melibatkan lingkungan pendidikan secara aktif.

Tingginya angka ini menegaskan bahwa pencegahan kekerasan di sekolah tidak dapat hanya mengandalkan langkah reaktif. Kehadiran aparat keamanan, pengawasan ketat, atau tindakan tegas terhadap pelaku memang dapat menekan kasus untuk sementara. Namun, efektivitasnya biasanya berhenti ketika pengawasan berkurang. Tanpa perubahan yang mengakar, perilaku yang sama dapat terulang.

Akar kekerasan di sekolah tidak semata-mata terletak pada ketidakpatuhan siswa terhadap aturan. Lebih dalam, masalah ini kerap berawal dari lemahnya keterampilan sosial-emosional: kemampuan memahami perasaan orang lain, mengendalikan emosi, dan menghargai perbedaan. Tanpa keterampilan tersebut, perbedaan sering dipandang sebagai kelemahan, bahkan dijadikan alasan untuk mengucilkan atau merendahkan orang lain.

Karena itu, pencegahan kekerasan perlu dipandang sebagai bagian dari proses pendidikan yang berkelanjutan. Tujuannya bukan sekadar memastikan anak tidak melanggar aturan, melainkan membentuk karakter agar mereka mampu mengambil keputusan yang menghormati martabat setiap manusia.

Inklusi sebagai Pendekatan

Pencegahan yang efektif dimulai dari penanaman nilai-nilai kemanusiaan dan antikekerasan secara konsisten. Nilai ini bukan hanya diajarkan dalam materi pelajaran, tetapi diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Pendekatan yang paling efektif untuk menanamkannya adalah membangun budaya inklusi di sekolah.

Inklusi berarti setiap siswa diterima apa adanya, tanpa memandang latar belakang sosial, budaya, kondisi fisik, atau kemampuan akademik. Tidak ada yang diminta untuk mengubah identitas dasar mereka demi diterima. Sekolah yang menerapkan inklusi memberi dukungan nyata bagi siswa yang memiliki kerentanan—baik karena faktor ekonomi, kesehatan, maupun psikologis—agar mereka dapat berpartisipasi penuh dalam proses belajar.

Manfaat inklusi tidak hanya dirasakan kelompok rentan. Lingkungan yang menghargai perbedaan akan menumbuhkan empati dan keterampilan komunikasi pada seluruh siswa. Hubungan antara guru dan murid, serta antarsiswa, menjadi lebih sehat. Situasi ini secara alami mengurangi potensi konflik atau kekerasan.

Pendisiplinan dalam kerangka inklusi dilakukan secara positif, tanpa kekerasan, dan dengan menghormati setiap individu sebagai pembelajar. Guru menjelaskan secara terbuka nilai-nilai yang diharapkan tumbuh, mengapa nilai tersebut penting, serta bagaimana perilaku positif memberi manfaat bagi kehidupan bersama. Pendekatan ini membantu anak mengembangkan kesadaran diri dan rasa tanggung jawab yang bertahan dalam jangka panjang.

Baca juga: Ai Nurhidayat Mengenalkan Keberagaman Melalui Kelas Multikultural

Membangun Budaya Sekolah yang Mencegah Kekerasan

Mencegah kekerasan melalui inklusi adalah proses jangka panjang yang memerlukan komitmen seluruh pihak: guru, tenaga kependidikan, orang tua, bahkan komunitas sekitar sekolah. Langkah-langkah berikut dapat menjadi bagian dari strategi sekolah:

  1. Mengintegrasikan pendidikan sosial-emosional ke dalam kurikulum. Materi seperti empati, resolusi konflik, dan etika digital sebaiknya diajarkan sejak dini. Pembelajaran ini dapat dilakukan melalui diskusi kelas, permainan peran, atau proyek kolaboratif.
  2. Memberi teladan nyata. Siswa meniru perilaku yang mereka lihat. Guru yang adil, menghargai perbedaan, dan terbuka terhadap masukan akan menjadi contoh kuat bagi siswa.
  3. Menyediakan jalur pelaporan yang aman. Siswa perlu memiliki saluran untuk melaporkan kejadian yang tidak menyenangkan, tanpa takut mendapat stigma atau balasan.
  4. Melibatkan orangtua dan komunitas. Nilai-nilai inklusif akan lebih kuat jika juga ditanamkan di rumah dan lingkungan sekitar. Sekolah dapat mengadakan pertemuan rutin atau pelatihan bersama orang tua.
  5. Menggunakan pendekatan restoratif. Alih-alih hanya menghukum, pendekatan ini berfokus pada memperbaiki hubungan, memahami dampak perilaku, dan mengembangkan strategi agar peristiwa serupa tidak terulang.

Pengalaman di berbagai negara menunjukkan, sekolah yang menerapkan inklusi secara konsisten mengalami penurunan signifikan dalam kasus kekerasan. Siswa memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi, hasil belajar yang lebih baik, dan keterampilan sosial yang lebih matang.

Di Indonesia, ada sekolah-sekolah yang mulai mengadopsi prinsip ini. Mereka menggabungkan pembelajaran akademik dengan pendidikan karakter berbasis empati. Guru dibekali pelatihan tentang pembelajaran yang responsif terhadap keragaman siswa. Lingkungan belajar diatur agar mendorong kolaborasi, bukan kompetisi yang berlebihan.

Hasilnya, interaksi antarsiswa menjadi lebih positif. Siswa mulai terbiasa menyelesaikan masalah dengan berdiskusi, bukan dengan kekerasan. Mereka juga lebih berani melaporkan kejadian yang dirasa tidak adil, karena yakin laporan akan ditanggapi dengan serius.

Pencegahan kekerasan melalui inklusi membutuhkan kesabaran dan konsistensi. Namun, manfaatnya jauh melampaui sekadar menekan angka kasus. Inklusi membentuk generasi yang mampu hidup harmonis dalam keberagaman—sebuah keterampilan yang sangat dibutuhkan di tengah masyarakat yang majemuk.

Dengan menghidupkan semangat inklusi, sekolah tidak hanya mencegah kekerasan, tetapi juga menjadi wahana untuk menumbuhkan rasa saling menghargai. Anak-anak belajar bahwa perbedaan adalah kekayaan, bukan alasan untuk memisahkan. Inilah investasi jangka panjang yang akan membuahkan masyarakat yang lebih adil, damai, dan bersatu.

Baca juga: KH Wahid Hasyim dan Pandangannya dalam Melihat Perbedaan dan Keberagaman

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

four − four =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.