1001indonesia.net – Kesenian senjang yang merupakan salah satu seni tradisi khas masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. Tradisi lisan ini awalnya merupakan sebuah ungkapan hati seseorang yang dikemas dalam bentuk pertunjukan seni.
Kesenian Senjang banyak berkembang di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, antara lain di Kecamatan Sungai Keruh, Kecamatan Babat Toman, Kecamatan Sanga Desa, dan Kecamatan Sekayu. Masing-masing wilayah memiliki kekhasan iramanya sendiri-sendiri.
Meski kesenian Senjang populer di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin dan para pelantunnya pun mayoritas berasal dari wilayah tersebut, tetapi tidak dapat dipastikan bahwa Kesenian Senjang berasal dari daerah ini. Sebab, Kesenian Senjang juga tumbuh dan berkembang di daerah lainnya di bagian hulu Sungai Musi.
Senjang adalah salah satu bentuk media seni budaya yang menghubungkan antara orang tua dan generasi muda, serta antara masyarakat dan pemerintah. Hal yang disampaikan dapat berupa nasihat, kritik, aspirasi, maupun ungkapan rasa gembira.
Sebagai seni pertunjukan, Kesenian Senjang digelar sebagai hiburan pada acara-acara hajatan keluarga, seperti upacara adat perkawinan, peresmian rumah baru, dan acara syukuran.
Dinamakan Senjang karena antara lagu dan musik tidak saling bertemu. Saat pesenjang melantunkan syairnya, musik berhenti. Sebaliknya, ketika musik berbunyi, orang yang bersenjang diam.
Instrumen musik dalam kesenian senjang memang tidak berfungsi sebagai musik pengiring seperti pada umumnya suatu lagu, tetapi berfungsi sebagai intro, interlude, atau coda, yang dimainkan secara berulang-ulang dengan melodi yang sama (Sukma & Suparno, 2018).
Bila ditinjau dari bentuknya, Senjang tidak lain merupakan bentuk puisi pantun, yang bisa disampaikan seorang diri atau berdua secara bersahutan. Satu keistimewaan dari kesenian ini adalah penyajiannya yang kompleks, yaitu dinyanyikan disertai instrumen musik.
Pesenjang biasanya menyanyi sambil menari. Irama senjang pada umumnya monoton. Meski demikian, penyajian pantun yang terdiri atas sampiran dan isi disertai alat musik jidor membuat pertunjukannya menjadi menarik.
Penampilan Senjang mengalami perkembangan dari seiring waktu. Dulu, musik instrumen Senjang menggunakan perangkat musik jidor, terdiri atas dua buah terompet, sebuah jidor, sebuah tambur/senar drum, dua buah klarinet, dua buah saxophone tenor, dua buah saxophone alto, sebuah kontra bass, dan tiga buah alto horn.
Dewasa ini, perangkat musik jidor semakin jarang digunakan. Penggantinya adalah musik melayu atau organ tunggal.
Pada masa silam, penutur Senjang biasanya menciptakan senjangnya secara spontan. Dengan demikian, tema yang akan disampaikan dalam pertunjukan dapat disesuaikan dengan suasana yang dihadapinya.
Akan tetapi, sekarang kepandaian Senjang serupa itu sudah sangat langka. Pesenjang biasanya menyiapkan senjangnya jauh hari sebelumnya. Bahkan sering terjadi pesenjang menuturkan senjangnya dengan melihat teks yang telah dipersiapkan.
Sebuah Senjang biasanya terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama merupakan bagian pembuka. Bagian kedua merupakan bagian utama atau isi Senjang yang akan disampaikan. Bagian ketiga merupakan bagian penutup, biasanya berisi permohonan maaf dan pamit dari pesenjang.
Seperti umumnya kesenian tradisional lainnya, fungsi Senjang tak sekadar hiburan. Kesenian ini berfungsi sebagai media komunikasi antara orang tua dan generasi muda, serta antara pemerintah dan masyarakat. Dalam syairnya terkandung nasihat, ajaran moral, dan kritik yang bersifat membangun.
Melalui Senjang, rakyat menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Sebaliknya, kesenian ini juga bisa menjadi sarana propaganda penguasa kepada rakyatnya.
Kesenian Senjang telah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda nasional dari provinsi Sumatra Selatan pada 2015.
Baca juga: Salawat Dulang, Kekayaan Sastra Lisan Islami dari Minangkabau