Tudung Manto, Kain Penutup Kepala Khas Melayu

1653
Tudung Manto
Tudung Manto merupakan kelengkapan pakaian perempuan Melayu di Lingga, Kepulauan Riau. (Foto: kikomunal-indonesia.dgip.go.id)

1001indonesia.net – Tudung Manto merupakan warisan budaya tak benda dari Provinsi Kepulauan Riau. Penutup kepala ini merupakan kelengkapan pakaian adat perempuan Melayu, khususnya masyarakat Melayu Daik di Kabupaten Lingga.

Nama “Tudung Manto” berasal dari kata tudung yang artinya penutup, dan manto yang berarti sulaman atau bordiran yang menggunakan kelingkan atau benang khusus.

Penutup kepala ini sudah ada sejak abad ke-18 pada zaman kerajaan Melayu Riau Lingga yang berkuasa di Semenajung Melayu. Kelengkapan pakaian ini memiliki hiasan yang khas dan berbeda dengan penutup kepala yang dikenakan oleh perempuan Melayu di daerah lain.

Dilansir kebudayaan.kemdikbud.go.id, Tudung Manto, terbuat dari berbagai jenis kain seperti kain kase, kain sifon, kain sari, dan kain sutera dengan warna yang beragam. Ukurannya bervariasi, mulai dari lebar 60 cm dan panjang 150 cm hingga panjang 200 cm.

Ciri khas utama tudung manto adalah hiasan wajib berbentuk tekat dengan berbagai motif yang dibuat menggunakan kawat lentur, seperti benang berwarna perak ataupun emas yang disebut genggeng atau kelingkan.

Struktur motif hias

Tudung manto memiliki struktur motif hias tertentu. Berikut struktur motif hias Tudung Manto yang dimiliki masyarakat Melayu Daik.

Pertama, tali air atas dan bawah, yaitu motif berbentuk garis pada posisi paling luar yang dibuat di sekeliling kain bahan dan berfungsi sebagai pembatas motif. Tali air atas merupakan pembatas antara bunga kaki bawah dan bunga tabur atau bunga pojok.

Kedua, bunga kaki bawah, yaitu motif hias yang dibuat antara tali air atas dan tali air bawah. Motif yang digunakan untuk bunga kaki bawah antara lain awan larat dengan kelok paku, bunga pecah piring dengan kelok paku, itik pulang petang dengan bunga pecah piring, semut beriring, awan larat dan bunga tanjung, dan lain-lain.

Ketiga, bunga tabur dan bunga pojok. Motif bunga tabur adalah motif bunga sekuntum (tunggal) yang bertaburan secara teratur pada bagian tengah kain, dan biasanya disusun menurut jarak tertentu yang disesuaikan dengan ukuran kain bahan tudung manto. Motif ini terdiri dari motif tampuk manggis, motif bunga teratai dengan kelok paku, motif bunga kundur, bunga kangkung, bunga melur, kuntum sekaki, bintang-bintang, bunga tanjung, dan bunga cengkeh.

Keempat, motif berbentuk bulat kecil seperti titik yang disebut mutu, berfungsi untuk memadati hiasan.

Kelima, motif hiasan pinggir yang terdiri dari tiga bentuk hiasan, yaitu oyah (jalinan benang emas dengan kelingkan yang berbentuk motif ombak), selari (motif ombak yang langsung dibuat menyatu dengan motif tali air bawah), dan jurai (terbuat dari manik-manik).

Setiap motif yang terdapat dalam sehelai kain tudung manto mengandung makna tertentu.

Pada zaman dahulu, kelengkapan pakaian ini tidak bisa dipakai sembarang orang. Penutup kepala ini hanya dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dari kalangan bangsawan pada acara-acara adat.

Saat ini, Tudung Manto menjadi kerajinan khas Kabupaten Lingga. Salah satu pusat kerajinan penutup kepala ini adalah Kelurahan Daik di Kecamatan Lingga, Kabupaten Lingga.

Penutup kepala ini diproduksi oleh pelaku usaha kecil dan menjadi salah satu cenderamata khas bagi kaum wanita yang berkunjung ke Kabupaten Lingga.

Baca juga: Kerawang Gayo, Motif Kain Tradisional dari Aceh Bagian Tengah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

20 − nine =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.