Tari Caci, Atraksi Uji Ketangkasan Masyarakat Flores

1366
Tari Caci
Bagi masyarakat Manggarai, Flores, tari caci menjadi ungkapan suka cita sekaligus sebagai salah satu sarana komunikasi manusia kepada penciptanya. (Foto: floresa.co)

1001indonesia.net – Tari caci merupakan pertandingan sebagai uji ketangkasan bela diri yang dibalut dalam bentuk tarian dan menjadi kekayaan budaya masyarakat Nusa Tenggara Timur. Tarian ini menjadi salah satu daya tarik utama wisata Manggarai, Flores.

Nama caci berasal dari kata ca yang berarti satu, dan ci yang berati uji. Dengan demikian, caci dapat diartikan sebagai uji ketangkasan satu lawan satu. Tari ini salah satunya bisa disaksikan di Desa Wisata Liang Ndara, Manggarai Barat.

Tarian tradisional ini dibawakan oleh para pemuda Manggarai sebagai ajang menempa diri agar memiliki semangat sportivitas. Juga melatih diri agar lebih mampu mengendalikan emosi.

Pada pertunjukannya, tari caci dibuka dengan tari danding atau tandak Manggarai. Sebelum beradu, setiap pemain terlebih dahulu melakukan gerakan pemanasan. Masing-masing penari menggerakkan badannya mirip gerakan kuda. Sambil menari, pemain caci menyanyikan lagu daerah untuk menantang lawannya.

Tari caci biasanya dimainkan oleh dua orang dari dua kelompok. Para pemain bersenjatakan pecut (larik) dan membawa tameng (toda). Panjang pecut bisa mencapai 2 meter. Tamengnya terbuat dari kulit kerbau atau babi yang telah dikeringkan. Pada sisi-sisi tameng dilapisi rotan dan diberikan penyangga pada bagian dalam sebagai pegangan.

Dengan destar atau ikat kepala, bercelana putih, dan bersarung songket, para pemuda berjejer dan menari dengan lagu daerah yang dinyanyikan dengan lantang.

Dengan lincah dan ringan, si penyerang menghentakkan pecutnya ke tubuh lawan. Sementara lawan menahan sabetan pecut dengan tamengnya. Permainan adu ketangkasan ini dimainkan dengan sportivitas yang tinggi. Kedua pemain saling memukul dan menangkis secara bergantian.

Pemain caci hanya boleh memukul tubuh lawan mulai dari bagian pinggang ke atas. Sementara bagian pinggang ke bawah yang ditandai sehelai kain menjuntai tidak boleh dipukul. Tubuh pemain di bagian dada, punggung, dan lengan menjadi sasaran cambuk pemain lawan.

Pemain dinyatakan kalah, jika pecut yang dipasang kulit kerbau tipis di ujungnya mengenai badan terlebih bagian mata.

Setiap pemain berisiko terkena sabetan. Meski tubuh terluka akibat sabetan, tidak ada dendam di antara pemain. Luka yang dialami justru dianggap sebagai lambang keperkasaan dan kejantanan seorang pemain caci.

Permainan caci juga tidak mementingkan siapa yang kalah dan menang. Alih-alih memunculkan rasa permusuhan, adu tanding ini bahkan meningkatkan rasa persatuan, persaudaraan, dan persahabatan.

Di sela-sela permainan, para tetua adat, baik laki-laki maupun perempuan, menari (danding) dan bernyanyi (mbata) dengan penuh suka cita sambil berjalan secara teratur membentuk lingkaran.

Permainan caci merupakan suatu momen budaya yang sifatnya suka cita dan dilakukan dalam upacara adat dan acara-acara khusus. Orang Manggarai menganggap caci sebagai tarian sakral, merupakan salah satu sarana komunikasi manusia dengan penciptanya.

Tari caci terlihat sangat menarik. Pertunjukannya merupakan kombinasi antara kelincahan dan ketangkasan gerak tubuh penari saat beradu dengan lawan, keunikan busana yang dipakai, serta keindahan seni vokal nyanyian tradisional Manggarai.

Tarian ini digelar pada upacara perkawinan, beragam acara syukuran, pembukaan lahan, saat panen tiba, penyambutan tamu kehormatan, maupun peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia.

Baca juga: Karaci, Tradisi Pertarungan Unik dari Sumbawa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

seven − two =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.