1001indonesia.net – ”Tawurji, tawurji, tawur tuan aji, semoga dawa umur.” Artinya, tawurji, tawurji, tabur bapak aji, semoga panjang umur. Demikian lantunan syair para abdi dalem Keraton Kanoman di Kota Cirebon setelah memungut koin dan permen pada acara tawurji di Keraton Cirebon pada Rabu (14/10/2020). Kala itu, tawurji digelar terbatas bagi keluarga dan kerabat Keraton Kanoman karena situasi pandemi.
Tawurji sendiri berasal dari kata tawur dan aji. Tawur artinya melempar atau menebar, sedangkan aji merujuk pada tuan haji atau orang yang mampu.
Tradisi yang dilakukan sejak abad ke-15 ini konon bermula dari tindakan Sunan Gunung Jati yang memberi uang koin kepada murid Syekh Lemahabang yang dianggap sesat dan nasibnya terlunta-lunta sebagai bekal bertahan hidup.
Sunan Gunung Jati juga beramanat, “Ingsun titip tajug lan fakir miskin” – saya titip mushola (tempat ibadah) dan fakir miskin.
Pemberian sedekah oleh pimpinan Keraton Cirebon yang juga tokoh penyebar Islam di Jawa itu menjadi tradisi dan lestari hingga kini. Tradisi menyebar koin itu terus dilaksanakan hingga kini sebagai bentuk sedekah dan berbagi rezeki dari keluarga keraton kepada warga sekitar.
Tawurji digelar sebagai bagian dari rangkaian tradisi Rebo Wekasan yang dilaksanakan pada Rabu terakhir bulan Safar. Dalam rangkaian acara itu, dilaksanakan juga tradisi ngapem.
Ngapem merupakan ritual membuat dan membagikan apem, kue berbahan tepung beras dan ragi, kepada warga sekitar keraton. Tradisi ini dilakukan untuk menolak bala. Apem yang putih menyimbolkan perilaku suci.
Tradisi tawurji dan tradisi ngapem digelar sebagai bentuk sedekah dan doa kepada Allah SWT agar terhindar dari segala marabahaya. Acara itu juga diisi dengan doa bersama ke hadirat Allah SWT dan tawasul para wali serta leluhur raja-raja terdahulu.
Baca juga: Gunungan dalam Upacara Garebeg Kesultanan Yogyakarta