Riwayat Ekspedisi Laksamana Cheng Ho di Nusantara

Siti Muniroh

3339
Patung Laksamana Cheng Ho
Patung Laksamana Cheng Ho (Foto: VIVA.co.id/Doddy Handoko)

1001indonesia.net – Ada banyak Masjid di Indonesia dengan gaya arsitektur China. Warna-warna khasnya, seperti merah, kuning, dan hijau, menghias dinding masjid-masjid tersebut. Masjid-masjid ini tersebar di Pulau Jawa, Palembang, dan Makassar dengan nama Masjid Cheng Ho.

Laksamana Zhang Hee atau yang lebih dikenal dengan Laksamana Cheng Ho melaut bersama pasukannya yang berjumlah kira-kira 27 ribu orang dengan kurang lebih 300 kapal ke Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika.

Cheng Ho Lahir di Yunnan (China) pada 1371. Ayahnya adalah keturunan Suku Hui yang sudah melaksanakan ibadah haji di Mekah. Secara fisik, Suku Hui mirip dengan suku Han. Bedanya, Suku Hui beragama Islam.

Sewaktu Laksamana Cheng Ho berumur 10 tahun, ia ditangkap oleh tentara kerajaan. Ia lalu dikebiri dan dijadikan tentara. Selanjutnya, Cheng Ho mengabdi kepada Kaisar Yongle (berkuasa tahun 1403–1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming (1368–1643). Atas perintahnya, Cheng Ho berlayar ke berbagai tempat di dunia.

Pada 1405 atau 87 tahun lebih dahulu dari Columbus, Laksamana Cheng Ho telah mengarungi lautan dunia dengan jarak tempuh yang lebih panjang dan lebih luas. Kapal yang digunakan Laksamana Cheng Ho dengan panjang 400 kaki jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kapal Columbus yang panjangnya hanya 85 kaki. Penjelajahannya dilakukan sebanyak 7 kali (dari tahun 1405 sampai 1433) ke beberapa tempat, seperti kawasan Nusantara, Thailand, India, Arabia, dan Afrika Timur.

Sumber lain mengatakan bahwa ia melakukan ekspedisi kembali pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (1426–1435) ke negara Asia dan Afrika, di antaranya Vietnam, Taiwan, Malaka, Sumatra, Jawa, Sri Lanka, India bagian selatan, Persia, Teluk Persia, Arab, Laut Merah, Mesir, Afrika, lalu Selat Mozambik.

Bahkan ada beberapa spekulasi yang memperkirakan perjalanan Kapal Laksamana Cheng Ho melampaui Semenanjung Harapan di Afrika Selatan. Sejarawan yang bernama Gavin Menzies memprediksi bahwa Laksamana Cheng Ho juga mencapai benua Amerika, meskipun banyak diragukan ahli lain karena dugaan Menzies kurang didukung bukti-bukti sejarah yang meyakinkan.

Perjalanan Laksamana Cheng Ho lebih merupakan upaya untuk mengenal bangsa-bangsa lain dan juga untuk menjajaki kemungkinan kerja sama perdagangan dan ekonomi dengan bangsa-bangsa lain. Begitu pun ketika ia datang ke Asia Tenggara.

Dalam penjelajahannya, Cheng Ho juga menyebarkan ajaran agama yang dianutnya sejak lahir. Profesor HAMKA menilai Laksamana Cheng Ho punya andil dalam memperkuat penyebaran Islam di Nusantara. Kedatangannya ke Nusantara tidak dengan cara menjajah apalagi memusnahkan daerah yang dikunjunginya. Ia justru beradaptasi dengan budaya setempat.

Saat berkunjung, Cheng Ho membawa hadiah-hadiah, seperti emas, perak, porselin, dan sutera. Sebagai imbalannya, ia membawa pulang ke negaranya binatang-binatang yang tidak ada di negaranya, seperti burung unta, zebra, unta, dan jerapah. Ia juga membawa pulang gading gajah.

Tidak hanya membawa hadiah-hadiah untuk raja-raja setempat, Cheng Ho juga bersosialisasi dengan penduduknya. Sikap seperti inilah yang membuatnya disambut hangat oleh raja dan para penduduk di tempat-tempat yang dikunjunginya.

Kunjungan semacam ini dapat kita lihat jejaknya dalam tradisi-tradisi budaya yang masih ada saat ini yang mendapat banyak pengaruh dari budaya China. Pengaruh ini bukanlah meniadakan budaya yang sudah ada sebelumnya, melainkan memperkaya budaya-budaya asli setempat.

Palembang dan Sekitarnya

Pada 1407, Kota Palembang yang berada di bawah kekuasaan Sriwijaya pernah meminta bantuan armada Tiongkok yang ada di Asia Tenggara untuk menumpas para perampok Tionghoa Hokkian yang mengganggu ketenteraman mereka.

Gerombolan perompak dipimpin Chen Tsu Ji. Ia sebenarnya bekas seorang perwira angkatan laut China asal Kanton. Ia melarikan diri ketika Dinasti Ming berkuasa. Pelariannya sampai ke wilayah Palembang.

Selama kehadirannya, ia telah membuat resah para pedagang yang singgah. Apalagi, ia membawa ribuan pengikutnya dan membangun basis kekuasaan di Palembang, yang dalam bahasa Tionghoa dikenal sebagai “po-lin-fong” yang berarti ”pelabuhan tua.” Ia pun menguasai daerah sekitar muara Sungai Musi, perairan Sungsang, dan Selat Bangka. Anak buahnya merompak semua kapal yang melintas di perairan itu.

Laksamana Cheng Ho dengan 27.800 pasukan yang dipimpinnya kemudian memberikan bantuan. Ia pun berhasil meringkus komplotan Chen Tsu Ji ini. Lama-kelamaan, Cheng Ho pun membentuk masyarakat Tionghoa Islam di Kota Palembang. Agama Islam sendiri sudah ada sejak zaman Sriwijaya.

Sesudah peringkusan komplotan Chen Tsu Ji, Laksamana Cheng Ho datang lagi ke Palembang, yakni tahun 1413–1415, 1421–1422, dan tahun 1431–1433. Ia juga membentuk komunitas muslim di Banda Aceh, Kalimantan Barat, semenanjung Malaysia, dan Filipina.

Pulau Jawa

Pada 1410 dan 1416, Laksamana Cheng Ho yang juga mempunyai nama Sam Poo Kong bersama armadanya mendarat di pantai Simongan, Semarang.

Ia, sebagai utusan Kaisar Yung Lo, datang untuk berkunjung ke Kerajaan Majapahit. Ia datang ke beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel. Di tempat-tempat itu, ia membentuk komunitas-komunitas muslim China.

Dalam proses pembentukan komunitas-komunitas muslim China, Laksamana Cheng Ho juga membangun beberapa masjid dan musholla, di antaranya Masjid Gedung Batu Semarang yang sekarang dikenal dengan Kelenteng Sam Poo Kong. Juga beberapa musholla di Ancol, Cirebon, dan pantai utara Jawa Timur mulai dari Tuban, Gresik, Bangil, Pasuruan, dan Surabaya yang dikenal dengan Kelenteng Makam Mbah Ratu.

Kehadiran Laksamana Cheng Ho di Nusantara juga berperan besar dalam pergolakan politik kerajaan-kerajaan di Jawa. Pada momen runtuhnya kerajaan Majapahit, ia berperan dalam membangun kerajaan Islam Demak pada 1475.

Guna menghormati upaya Laksamana Cheng Ho, beberapa komunitas masyarakat muslim Tionghoa membuat masjid-masjid yang memakai namanya Masjid tersebut ada di Palembang, juga di beberapa daerah Jawa Barat dan Jawa Timur.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

sixteen − thirteen =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.