Beluk Engko, Seni Bertutur Sunda yang Mulai Dilupakan

1932
Unen adalah juru beluk engko terakhir dari Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Unen adalah juru beluk engko terakhir dari Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (Foto: KOMPAS/Rony Arianto Nugroho)

1001indonesia.net – Beluk engko adalah seni bertutur Sunda khas masyarakat Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Meski masih bertahan, keberadaannya sudah sangat langka. Senimannya yang disebut juru beluk atau juru alok berkreasi melagukan ragam bacaan (pupuh) dengan irama meliuk-liuk bernada tinggi.

Seperti yang dilansir Kompas (23/06/2017), tidak banyak diketahui mengenai asal muasal seni lisan ini. Namun, diyakini seni ini terinspirasi oleh kebiasaan masyarakat agraris Sunda saat berladang. Karena jarak antarladang yang berjauhan, para petani berkomunikasi dengan teriakan dan lengkingan.

Seiring perkembangan waktu, beluk yang dilakukan oleh para petani ini kemudian berevolusi menjadi kesenian khas. Diduga, kesenian ini menjadi salah satu sarana penyebaran agama Islam di tatar Sunda karena syairnya sering ditulis huruf Arab berbahasa Sunda atau aksara pegon.

Seni ini populer di kalangan masyarakat sekitar Kabupaten Bandung hingga akhir 1950-an. Beluk mengisi acara selamatan sunatan dan perkawinan, menjadi sarana masyarakat bersilaturahmi. Masyarakat dapat belajar darinya karena ujarannya mengandung banyak petuah baik.

Waktu itu, juru beluk sangat dihormati. Juru beluk dianggap terpelajar karena bisa membaca huruf arab pegon dan latin saat tak banyak orang di Kabupaten Bandung bisa membaca. Dulu, tujuh belas pupuh yang menjadi dasar dari seni ini diajarkan di sekolah rakyat.

Namun, sejak 1970-an, beluk engko tidak lagi mengisi acara-acara yang diadakan masyarakat. Pupuh Sunda juga tidak lagi diajarkan di sekolah. Hal ini membuat seni ini semakin langka. Saat ini, hanya di Kecamatan Cimaung saja kesenian ini bertahan.

Abah Unen, satu-satunya pewaris kesenian ini mengungkapkan minimnya perhatian pemerintah terhadap seni beluk engko. Keinginannya untuk melestarikan kesenian ini juga terhalang dengan tidak adanya generasi muda yang mau belajar kesenian khas Sunda ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

eleven + 2 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.